Nothing Better
Author : Shin Yoon Ah
Cover : Shin Yoon Ah
Lenght : Chapter
Genre : Romance
“Riyan!!” Suara halus
seorang wanita terdengar samar-samar di telinga Andriyan Ananta.
Segera lelaki berusia 22 tahun yang merupakan mahasiswa tingkat akhir jurusan kedokteran itu menoleh untuk
memastikan sang pemilik suara. Benar saja, gadis itu Johanna Risma Subroto.
Johanna
merupakan anak gadis tunggal
dari seorang pengusaha kaya di kotanya. Sebagai anak gadis tunggal, sudah
dapat dipastikan sifat manja dan egois melekat erat pada dirinya. Namun
entah mengapa lelaki bernama Andriyan Ananta itu masih saja mencintai gadis
itu. Menjadi putra seorang konglomerat sekaligus pejabat tidak membuat jalan
hidupnya mulus seperti dalam drama. Ia harus hidup sesederhana mungkin karena
ayahnya sangat membenci sifat foya-foya untuk anak lelaki. Sedangkan istrinya
sendiri merupakan ibu-ibu sosialita yang sangat mencintai anak dan keluarganya.
Dengan napas yang memburu, Johanna sampai di sebelah
Riyan dengan bibir manyun dan ekspresi sebalnya. “Kenapa kau jahat sekali? Pacar macam apa kau ini?!” Bentak Johanna.
“Apa
yang kulakukan? Aku kan hanya diam menunggumu di sini.” Riyan melingkarkan tangannya ke bahu Johanna dan mencium
keningnya.
“Itulah
yang kumaksudkan. Kau membiarkan gadis yang mengenakan sepatu bertumit tinggi
berlari ke arahmu, sedangkan kau mematung sambil tersenyum seperti orang gila.” Johanna
mulai mengomel panjang.
“Ahhh...
maafkan aku, Jo. Apa kakimu sakit?” Tanya Riyan sambil memandang kaki Johanna yang terbalut rok mini putih.
“Apa
yang kau lihat? Dasar mesum!”
Johanna memukul punggung Riyan.
“Hahaha...
Kemarilah, aku akan menggendongmu ke mobil.” Riyan segera menyerahkan jaketnya kepada Johanna dan
membiarkan gadis itu naik ke punggungnya.
Begitulah kehidupan mereka sehari-hari di kampus. Dua
tokoh itu merupakan bunga kampus karena paras mereka dan merupakan icon jurusan
karena kecerdasan mereka. Bukan hanya mahasiswa satu fakultas yang mengenal
nama mereka. Bahkan fakultas lain juga mendengar nama mereka. Tahun pertama
mereka penuh dengan ungkapan cinta di loker kampus. Bahkan hal itu masih
berlanjut hingga sekarang. Hanya saja pelakunya bukan lagi kakak tingkat
melainkan mahasiswa baru. Namun mereka seketika menyesal setelah mengetahui
bahwa orang yang mereka kirimi surat cinta telah memiliki kekasih yang sepadan.
Beginilah kira-kira ekspresi mereka :
“Aku
baru saja menaruh surat cinta di loker Kak Andriyan.”Ucap mahasiswa A sambil tersenyum.
“Apa kau
bodoh? Dia sudah memiliki kekasih.” Jawab mahasiswa B dengan wajah khawatir.
“Oh ya?
Tenang saja, aku merasa sangat percaya diri dengan wajahku. Masih ada kemungkinan
dia putus dengan pacarnya kan? Mereka kan bukannya menikah.” Ucap gadis itu penuh percaya diri.
“Apa kau
tau siapa sainganmu? Senior Johanna.” Ucap
mahasiswa B sambil mengarahkan wajah temannya ke salah seorang senior tercantik
dan termodis yang sedang memberikan hukuman kepada mahasiswa baru dengan
garangnya.
“Sepertinya kepalaku
baru saja terbentur dan aku lupa ingatan.” Mahasiswa A segera berlari kembali
ke loker Riyan untuk mengambil suratnya kembali.
Semua orang tau
bagaimana sikap gadis berambut panjang itu. Sombong, manja, dan egois. Latar
belakangnya juga merupakan momok tersendiri bagi saingannya. Semua lelaki
memujanya dan semua perempuan menghindarinya. Ia tidak memiliki satupun teman.
Berbanding terbalik dengan kekasihnya, Riyan merupakan lelaki yang ramah dan
baik hati. Sifat dan wajah tampannya membuatnya memiliki banyak teman bahkan
banyak dikagumi wanita. Namun hanya satu gadis yang memikat hatinya. Yaitu
Johanna.
“Jo, apa kau tak ingin
pergi ke suatu tempat?”Ucap Riyan ketika mereka sedang duduk bersama di beranda
kamar Riyan.
“No.” Jawab Johanna
singkat.
“Tapi kita sudah di sini
sejak 2 jam yang lalu dan kau hanya diam saja.” Riyan membelai lembut kepala
Johanna yang bersandar di bahunya.
“Apa kau keberatan?”
Tanya gadis itu mengangkat kepalanya dan memandang mata Riyan dalam.
“Bukan itu maksudku...
hanya saja...” Riyan kebingungan menjawab.
“Jhony pulang.” Johanna
memotong perkataan Riyan dan membuat lelaki itu menampakkan ekspresi terkejut.
“Apa dia melakukan
sesuatu padamu?” Riyan menyentuh lembut pipi Johanna.
“Aku tak tau.” Johanna
memalingkan wajahnya.
“Apa maksudmu kau tak
tau? Kapan dia pulang?” Tanya Riyan semakin khawatir.
“Pagi ini saat aku
terbangun, ia sudah duduk di meja rias kamarku.” Johanna membalikkan badannya
dan memandang lurus ke langit senja yang mulai menggelap.
“Bagaimana dengan orang
tuamu? Mereka tak pulang bersama Jhony?” Sudah dapat dipastikan bahwa
kekhawatiran telah membuncah di hati Riyan.
“Tidak. Aku curiga Riyan
melakukan sesuatu yang buruk kepada mereka. Mama dan Papa pergi ke Amerika
untuk menyembuhkan penyakit Schizotypal Jhony. Ia tak mungkin membiarkan Jhony
kembali ke Indonesia sendiri.” Kecemasan yang tersembunyi di balik wajah dingin
Johanna samar-samar mulai terlihat.
“Ekspresi apa itu?
Semuanya akan baik-baik saja.” Riyan merengkuh pundak Johanna hingga membuat
wajah gadis itu ke depan.
“Aku tak ingin
pulang.”Ucap Johanna menundukkan wajahnya hingga tak terlihat dari sisi Riyan.
Ia tak ingin ada orang lain yang melihatnya menangis, dan Riyan tau akan hal
itu.
“Baiklah... Kau bisa
tidur di kamar tamu. Aku akan bilang ke Bunda. Tapi kupikir Jhony itu seorang
psikopat.” Mata Riyan menerawang ke depan.
“Ia Schizotypal.”
Johanna mulai membersihkan sisa-sisa air matanya.
“Bukankah itu sama?”
Riyan tetap tak memandang Johanna.
“Bodoh!!” Johanna
memukul pelan pundak Riyan.
Jhony adalah saudara
kembar Johanna. Sayangnya ia menderita salah satu gangguan kejiwaan yang
disebut Scizophytal dimana ia memiliki gangguan pola pikir. Ia sangat sensitif
dengan keberadaan orang lain. Ia pernah hampir membunuh pengasuhnya saat
berusia 10 tahun. Sejak saat itulah ia mendapat perawatan di Amerika. Nyonya
Subroto selalu berada di sana sedangkan Tuan Subroto bolak-balik
Amerika-Indonesia untuk menjaga keluarganya. Johanna tinggal di Indonesia
bersama seorang pengasuh, beberapa asisten rumah tangga dan pengawal.
Tuan Subroto tak ingin
membiarkan Johanna sendirian. Ia tau lebih baik dari siapapun apa yang membuat
anak lelakinya mengalami gangguan jiwa. Jhony sudah menyukai Johanna sejak
lama. Namun fakta bahwa ia tidak bisa berpacaran atau menikah dengan saudara
baru diketahuinya saat usia 9 tahun membuatnya mengalami sakit hati yang
teramat sangat. Ditambah lagi perlakuan kembarannya yang seolah memandangnya
rendah dan menjijikkan membuatnya semakin merasa kotor dan selalu menyendiri.
Sampai puncaknya adalah
ketika si pengasuh menyuruh Jhony mandi usai bermain lumpur di halaman (lebih
tepatnya membunuh cacing dan menguburnya lagi). Jhony merasa si pengasuh
mengatainya kotor seperti cara orang yang ia anggap kekasihnya memandangnya. Ia
segera mengambil pisau terdekat dan menusukkannya ke arah si pengasuh, namun
hanya mengenai perutnya.
Karena itulah rumah
mewah kediaman keluarga Subroto yang biasanya banyak pekerja berlalu lalang
kini sunyi senyap. Tak ada pergerakan apapun kecuali dari beberapa penjaga
lelaki yang sengaja diperketat karena kedatangan Jhony tanpa Tuan dan Nyonya
Subroto. Semua pegawai wanita diliburkan atas perintah Johanna. Beruntung juru
masak mereka adalah seorang lelaki.
PRAKKK!!!!!! Terdengar
suara kaca pecah dari lantai atas. Disusul suara lelaki meneriakkan nama
Johanna. Semua orang di rumah itu tau siapa pelakunya. Tuan muda mereka sudah
uring-uringan sejak tadi pagi ketika Johanna menamparnya dengan keras setelah
ia memaksa mencium bibir gadis itu sebelum berangkat ke kampus. Sejak itu tak
ada kabar sama sekali dari Johanna.
Yang dicari saat ini
sedang membaringkan tubuhnya di kasur empuk dengan seprei putih bermotif
seperti kesukaannya. Di sebelah ranjangnya, Riyan duduk sambil membaca sebuah
novel tebal. Mata Johanna tak bisa lepas dari wajah kekasihnya yang tengah
fokus ke benda tebal itu.
“Berhenti memandangiku
dan tidurlah!” Ucap Riyan tanpa memalingkan wajahnya dari buku mengejutkan Johanna.
“Aku tidak
memandangimu.” Johanna segera memutar tubuhnya membelakangi Riyan. Beberapa
saat kemudian gadis itu sudah terlihat mengelurkan napas teratur. Riyan segera
turun dari ranjang dan menutupi badan Johanna hingga leher dengan selimut
karena saat ini gadis itu hanya mengenakan pakaian tidur tipis milik Riyan yang
sangat kebesaran di badan mungil Johana.
Riyan segera berjalan
meninggalkan kamar sebelum hormon menguasai dirinya. Namun matanya menabrak
sesuatu yang sangat menggangu. Ada tumpukan pakaian dan tas di ujung ruangan.
Ia segera membereskan baju gadis itu agar tak kusut besok saat digunakan.
Rencananya mereka akan pulang untuk ganti baju dan segera menuju kampus lagi.
Ia tak ingin pengasuh Johanna yang sangat mencintai gadis itu berpikir
macam-macam jika melihat baju Johanna kusut saat pulang bersama Riyan.
Malam itu begitu kelam
bagi mereka. Seorang saudarakembar bisa menjadi tantangan terberat dalam
hubungan mereka. Bahkan Riyan sendiri mungkin akan merasa kewalahan jika harus
berhadapan langsung dengan seorang psikopat seperti Jhony Rhama Subroto. Ia
sendiri belum pernah bertemu dengan calon kakak iparnya itu. Ia hanya mendengar
semua kisahnya dari Johanna.
Suasana kelam itu
berlanjut hingga pagi datang. Mereka sengaja bangun pagi-pagi sekali agar terhindar
dari Jhony saat sampai di kediaman Subroto. Tak ada yang menampakkan wajah
bahagia pagi itu. Rasa-rasanya semua kabar yang datang merupakan kabar buruk.
“Jo, apa kau ingin Ayah
menemanimu?” Tanya Nyonya Febrian.
“Tidak, Bunda. Terima
kasih. Aku yakin Riyan dan aku dapat mengatasinya sendiri. Lagipula ini masih
sangat pagi. Kami yakin Jhony belum terbangun.” Johanna berusaha tersenyum
untuk meredakan kekhawatiran di hati Nyonya Febrian.
“Apa kau sudah siap? Ayo
berangkat!” Riyan segera menarik tangan Johanna setelah berpamitan dengan Ayah
dan Bundanya sebelum Johanna semakin tidak nyaman dengan perhatian yang
berlebihan itu.
Jalanan masih sepi,
Riyan melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang. Tak ada yang satupun suara
terdengar selain deru mobil yang lembut. Johanna tenggelam dalam pikirannya
sendiri sedangkan Riyan bingung bagaimana untuk memulai percakapan. Ia lebih
memilih untuk fokus di jalanan yang agak berkabut itu. Semalam hujan cukup
deras dan baru berhenti subuh tadi.
Tak lama, terdengar isak
tangis tertahan yang sempat mengejutkan Riyan. Ia menoleh ke arah kekasihnya
yang saat ini memandang keluar jendela yang mengembun karena cuaca dingin
dengan bahu yang sedikit terguncang. Riyan segera menghidupkan musik dengn
suara yang cukup keras.
“Daritadi kau hanya diam
saja. Ini sedikit canggung.” Ucap Riyan berbohong.
Riyan beberapa kali
melihat Johanna dari sudut matanya. Lama kelamaan gadis itu terlihat kesusahan
mengusap air mata. Riyan segera mengambil tishu dari dashboard mobil lalu
melemparnya bersama selembar selimut ke pangkuan Johanna.
“Jangan bersandar ke
jendela yang basah. Bersihkan dulu uapnya dengan tishu itu. Kau bisa tidur
sambil menyelimuti dirimu dengan selimut ini.” Ucap Riyan sambil tetap
memperhatikan jalanan.
Sekitar lima belas menit
kemudian mereka telah sampai di sebuah rumah bergaya eropa dengan halaman yang
sangat luas dan dipenuhi penjaga di sana-sini. Riyan sudah berkali-kali ke
rumah itu, namun baru kali ini ia melihat penjaga sebanyak itu sepagi ini. Ia
memasukkan mobilnya dengan kecepatan yang sangat rendah. Setelah mereka sampai
di depan pintu, seorang penjaga mendekati mereka.
“Anda baru pulang,
Nona?” Ucap penjaga itu.
“Apa yang sedang Jhony
lakukan?” Tanya Johanna berusaha menyembunyikan suaranya yang gemetar yang
hanya disadari oleh Riyan dengan wajah dingin seperti ia biasanya.
“Kami belum melihatnya
keluar dari kamar. Kami akan mengantar anda masuk.” Ucap penjaga itu sambil
memberi kode kepada beberapa penjaga lain untuk mendekat dan membuka pintu
mobil.
Seperti dalam drama,
Johanna masuk sambil menggandeng tangan Riyan. Di belakang mereka ada dua orang
penjaga yang sangat gagah. Sedangkan di depan mereka adalah penjaga yang
menghampiri mereka tadi. Riyan membiarkan Johanna meremas tangannya meskipun
kuku-kuku cantik Johanna menusuk tajam ke telapak tangan Riyan. Ia tahu Johanna
sangat ketakutan pagi itu. Bahkan Johanna tak melepaskan genggamannya ketika
sampai di pintu kamar.
“Kau bisa masuk
denganku.” Ucap Johanna ketika Riyan hendak melepas tangannya.
“Tidak. Aku akan di sini
menjagamu juga.”Riyan bersikukuh tetap di luar. Entah kenapa ia memiliki
firasat buruk untuk masuk bersama Johanna.
“Bagaimana jika terjadi
sesuatu di luar? Kau bisa menjagamu di dalam juga.” Johanna bersikukuh membawa
Riyan masuk.
“Tidak akan terjadi
apapun. Di sini banyak orang kepercayaan Papamu, Jo. Mereka pasti yang terbaik
dari yang terbaik.” Riyan meyakinkan Johanna.
Setelah berdebatan
panjang, Johanna akhirnya menyerah dan membiarkan Riyan tetap tinggal di rumah.
Riyan yang pada dasarnya merupakan orang yang mudah bergaul berusaha mencari
topik pembicaraan dengan para penjaga itu. Ia tau setidaknya akan memakan waktu
30 menit bagi Johanna untuk berganti baju dan berkemas untuk beberapa hari ke
depan.
Tak lama setelah Johanna
masuk ke kamar, terdengar teriakan dari lantai bawah. Tentunya teriakan
laki-laki karena satu-satunya wanita di rumah itu saat ini adalah Johanna, dan
ia sekarang sedang ada di kamarnya. Refleks semua orang turun ke lantai bawah
mendekati sumber suara.
Di dapur mewah itu,
terdapat seorang lelaki dengan wajah nyaris sempurna sedang memegang pisau
berhadapan dengan seorang lelaki berbaju putih dengan ekspresi wajah ketakutan.
Ketika didekati, di baju lelaki tampan itu terdapat bercak darah yang sangat
banyak. Siapapun yang melihatnya seketika mual dan menampakkan sekilas ekspresi
ketakutan atau terkejut. Tak terkecuali Riyan yang saat itu berdiri paling
depan. Namun lelaki itu sama sekali tak merubah ekspresi dinginnya. Melihat
ekspresi itu lebih dalam, Riyan teringat sebuah wajah yang nyaris sama persis.
Wajah Johanna.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar