Kamis, 09 Maret 2017

FF Indonesia : EXODUS Chapter 1



EXODUS
Author : Shin Yoon Ah
Lenght : Chapter
Genre : Romance, Action
Cast : Kim Jeon Myon, Irene (RV), Huang Zi Tao



Tuk…tuk…tuk…
Suara langkah sepatu pria bertabrakan dengan lantai terdengar jelas di Kantor Kepolisian Seoul. Suara itu bergema jelas di sepanjang  lorong karena saat itu masih terlalu pagi. Tetapi sudah terlalu siang untuk menganggap bahwa itu merupakan suara hantu. Suho berjalan penuh wibawa sambil membaca catatan kriminal di tangan kirinya dan menyesap kopi hitam di tangan kanannya.
“Detektif Kim?” Tao keluar dari pintu di sebelah Kim Joon Myeon.
“Ahh kamjagiya!! Detektif Huang, Kau menggagalkan aksiku tampak keren di depannya!!” Ucap Suho sambil memukulkan catatan di tangannya ke bahu Tao. Wajar saja karena Tao jauh lebih tinggi dari Suho.
“Detektif Kim, kau menyukai Nona Yoon? Kau kan tau aku menyukainya lebih dahulu.” Ucap Tao setelah mengetahui bahwa sasaran Suho adalah Yoon Seo Yeon, resepsionis yang selalu memikat hatinya.
“Hya!! Siapa yang mengajarimu berkata sekasar itu pada sunbae-mu?” Suho hampir saja memukul Tao untuk kedua kalinya.
“Ayolah… Kau tau aku bahkan akan memanggilmu Hyung jika saja kau tak melarangnya dengan alasan bodoh, menghargai Detektif hobae yang lain. Alasan apa itu?” Tao mencibir.
“Pergi sana! Sebelum aku merebut Nona Yoon darimu.” Ucap Suho.
“Awas saja jika kau berani melakukannya.” Tao segera berlari menuju lobi untuk menemui Yoon Seo Yeon. Sementara Suho hanya tersenyum melihat kelakuan salah satu anggota Tim nya itu.
Sudah beberapa hari ini Suho tak kembali ke asrama kepolisian. Ia selalu menginap di kantor dan makan di sekitar kantor. Ia tak pernah jauh-jauh dari kantor karena ia sedang mendalami sebuah kasus mengenai Penyelundupan Narkoba dan Penjualan Manusia. Sebenarnya dua kasus itu merupakan kasus yang berbeda. Hanya saja diberikan pada waktu yang hampir bersamaan dan untuk menyelidikinya pun mereka harus memasuki tempat yang sama. Bar.
Suho telah berada di ruangannya yang berisi 2 meja, 4 kursi, dan ratusan lembar berkas perkara. Suho ingin sekali saja melihat ruang kerjanya bersih. Namun apalah daya, menjadi Detektif dengan rekor terbaik di Kepolisian Seoul tidak hanya membawa dampak lain yaitu memiliki ruang pribadi, tetapi juga memiliki dampak buruk yaitu kesulitan menyimpan berkas perkara. Apalagi ia ditempatkan bersama seorang Detektif Junior yang sifat malasnya bahkan melebihi Detektif Senior. Sebenarnya Suho juga tidak membenci sifat Tao yang apa adanya itu. Bahkan ia menganggap Tao seperti adiknya sendiri sehingga ia merasa di rumah ketika ia berada di kantor. Terkadang Tao juga memanggil dirinya dengan sebutan “Hyung” jika mereka sedang tidak berada di kantor.
Kim Joon Myeon. Nama itu yang tertera jelas di papan nama kaca di atas mejanya. Bukan merupakan hal yang mudah baginya untuk sampai di sini. Bahkan hampir saja ayahnya yang merupakan salah seorang chaebol korea mencoret namanya dari kartu keluarga karena ia lebih memilih menjadi seorang detektif daripada mewarisi perusahaan besar ayahnya. Beruntung Kim Joo In, adik perempuan Suho yang sangat mencintai uang itu sama sekali tak menolak menggantikan kewajiban oppa-nya.
Tak lama berselang, terdengar lagu “Miracle in December” berkumandang. Suho sibuk mencari sumber suara yang menurutnya asing terdengar di kantornya hingga kemudian matanya bertabrakan dengan layar ponselnya yang menyala.
“Dasar Joo In.” Umpat Suho sambil mengambil ponselnya. Sifat manja dan kekanakan yang dimiliki Kim Joo In sama sekali tak berkurang bahkan ketika kurang dari 3 tahun lagi ia akan menjadi salah satu manager di perusahaan ayahnya.
“Yeoboseo..” Ucap Suho sambil menempelkan speaker ponselnya ke telinga.
“Kenapa kau lama sekali?” Suara yang sangat dirindukan Suho ketika menginap di luar rumah itu akhirnya ia dengar lagi pagi ini.
“Mianhe, eomma. Sepertinya Joo In mengganti nada dering ponselku lagi. Wae eomma?”
“Ahh anak itu. Apa kau sudah sarapan?”
“Ajjik.. Mungkin sebentar lagi. Aku sedang malas keluar. Tapi nanti aku pasti sarapan.” Rentetan kalimat itu keluar bersama harapan Suho agar bisa mengurangi resiko Nyonya Kim memarahi Suho.
“Kau ini benar-benar. Karena ini hari Sabtu dan Joo In libur, ia sedang dalam perjalanan mengantarkan sarapan untukmu. Tunggulah.” Perkataan Nyonya Kim membuat Suho terkejut.
“Eomma!! Seharusnya kau meneleponku dulu sebelum menyuruh Joo In kemari.. ahh ini bahkan masih terlalu pagi untuk tukang sapu taman mulai bekerja. Di luar sangat dingin kenapa eomma malah menyuruh Joo In kemari?”
“Apa kau pernah menjadi tukang sapu taman? Kenapa kau bisa tau kapan dia akan bertugas? Joo In benar-benar beruntung memiliki oppa yang sangat perhatian kepadanya. Tenanglah, Joo In pasti bisa menjaga diri. Jika ada seseorang yang akan menyakitinya, telinga orang itu akan pecah terlebih dahulu saat mendengar teriakan Joo In.” Ucap Nyonya Kim sambil tersenyum.
“Bukan itu eomma. Ia pasti akan mengumpat di kantorku jika.. eomma? Yeoboseo? Eomma? Kau mematikan teleponnya? Eomma?” Suho menundukkan kepala frustasi.
“Hyung? Wae Geure?” Ucap Tao sambil menutup pintu di belakangnya.
“Kau membawa earphone?” Tao adalah harapan bagi Suho.
“Eoh. Wae? Kau mau memakainya?” Tao segera berlari ke mejanya dan mengacak-acak lacinya. Setelah menyadari sesuatu ia segera terdiam dan tersenyum kepada Suho.
“Wae?” Ucap Suho mulai panik.
“Aku baru ingat aku meminjamkannya ke Nona Yoon kemarin. Mianhe, Hyung. Wae?” Tao menyipitkan matanya.
“Apa aku perlu menjawab?” Suho semakin menundukkan kepalanya.
“Kim Joo In? Sepagi ini? Jinjja? Hahaha.. apa perlu aku meminta earphone itu dari Nona Yoon sekarang?” Tao semakin mengeraskan tawanya yang kemudian berhenti ketika ia mendengar langkah sepatu yang cukup keras dan cukup ia kenal di luar ruangannya.
“Sepertinya itu tak akan berguna.” Suho tersenyum masam yang kemudian dilanjutkan oleh tawa khas Tao.
BRAKK!!!!!
“OPPA!!!!” Joo In berteriak dengan separuh tenaganya. Percayalah, separuh tenaga telah cukup membuat Suho pusing.
“Eoh, Joo In-ah.” Ujar Tao di sebelah Joo In yang dengan perlahan menutup pintu ruangan Suho yang baru saja terbanting terbuka.
“Neon aniya. Oppa….” Joo In menghambur ke arah Suho. Suho sempat menjauh karena ia berpikir Joo In akan memukulnya. Tetapi yeoja itu malah masuk di antara lengan Suho.
“Oppa, chuwo.. Aku berlari karena kedinginan ke sini dan kau bahkan tak menyiapkan secangkir kopi pun untukku?” Ucap Joo In setelah merasa hangat di pelukan Suho.
“Joo In-ah, aku yang akan membuatkan kopi special untukmu.” Ucap Tao halus dan segera meninggalkan ruangan.
“Pantas saja dua bersaudara itu belum memiliki pasangan. Dengan sikap seperti itu apa yang akan orang lain pikirkan.” Gerutu Tao di perjalanannya.
“Mianhe. Aku bahkan baru saja mengakhiri telepon dari ibu. Ini salahmu karena kau mengubah nada deringku lagi aku kesulitan mengenali telepon masuk ke ponselku.” Suho mengacak pelan puncak kepala Joo In dan membiarkan yeoja itu duduk di salah satu bangku di depannya.
“Araseo aku akan memperbaikinya.” Joo In segera meraih ponsel Suho di atas meja.
“Aish… mulai besok.. anii.. nanti aku akan memasang kata sandi yang sangat sulit sehingga kau tak akan bisa membukanya.”
Semua mengalir begitu saja bagi mereka. Memang benar kata Tao bahwa sikap saling menyayangi antara Suho dan Joo In yang membuat kakak beradik ini belum memiliki pasangan. Jika Suho dekat dengan seseorang, maka Joo In akan selalu penasaran dengan yeoja itu. Setelah yeoja itu bertemu dengan Joo In mereka semua dengan segera mengibarkan bendera putih. Bukan karena Joo In yang selalu memandang mereka dengan wajah iblis. Kebanyakan dari mereka mengundurkan diri karena terlalu rendah diri jika dibandingkan dengan Joo In. Mereka juga akan merasa iri dengan kedekatan hubungan Suho dan Joo In.
Berbeda cerita dengan Joo In. Suho tak terlalu menggubris dengan siapa Joo In menjalin hubungan. Asalkan Joo In bahagia, siapapun itu Suho pasti akan menyukainya juga. Hanya saja Joo In memberikan patokan bahwa namcin-nya minimal harus seperti Suho. Bukan hanya lebih tinggi dan lebih tampan. Tetapi namja itu harus lebih mapan, lebih perhatian, lebih menyayangi Joo In, dan hal mustahil lain. Mana mungkin ada lelaki yang 100% melebihi Suho yang telah dicap sebagai menantu idaman bagi kebanyakan ibu, kekasih idaman bagi kebanyakan wanita, dan saingan terberat bagi semua lelaki.
Meskipun tak memiliki kekasih, keduanya tetap bahagia karena ketika mereka memiliki satu sama lain, semuanya selain keluarga serasa tak penting. Suho yang membuat Nyonya Kim tidak terlalu keras mendidik Joo In menjadi wanita mandiri. Sedangkan berkat Joo In lah Suho masih bertahan di keluarga Kim dan masih mendapat kasih sayang yang sama seperti dulu.
“Jangan pulang seorang diri. Aku akan mengantarmu.” Ucap Suho ketika ia telah selesai sarapan bersama Joo In dan Tao.
“Eoh.” Jawab Joo In. Baru saja Suho akan mengenakan jaketnya, salah seorang anggota Kepolisian Seoul memasuki ruangannya dengan tergesa-gesa.
“Maaf mengganggu waktu anda, Detektif Kim. Kami telah menemukan markas sementara para pengedar itu dan telah melaporkannya ke kejaksaan seperti yang anda inginkan. Tetapi pihak kejaksaan menginginkan kepastian dan kami harap anda bisa turut bersama kami mengingat ini adalah kasus anda.” Ucap polisi itu kemudian.
“Aku bisa pulang sendiri, Oppa.” Joo In menenangkan.
“Ania. Aku akan mengantarmu dan segera menuju TKP.” Ucap Suho setelah menyuruh polisi itu meninggalkan ruangan.
“Andwe. Aku saja yang mengantarnya. Kau adalah detektif utama dalam kasus ini. Dan lagi kemampuan mengemudiku lebih baik darimu, Hyung.” Tao menaikkan sebelah alisnya.
“Araseo. Aku titip Joo In. Aku pergi.” Ucap Suho setelah berpikir beberapa saat dan mencium kening Joo In.
“Kita berangkat sekarang?” Tao segera mempersilahkan Joo In untuk keluar terlebih dahulu. Suasananya menjadi sedikit canggung di antara mereka.
Ketika menuruni tangga dan sampai di lantai satu, Tao menarik tangan Joo In agar yeoja itu berjalan lebih cepat mengingat saat itu Tao juga sedang dikejar waktu. Mereka keluar menuju tempat parkir dengan tangan masih saling tertaut. Tao bahkan melewati Seo Yeon tanpa menyapanya. Seo Yeon merasa sedikit aneh apalagi Tao mengenggam tangan wanita yang lebih cantik darinya. Hal itu membuatnya merasa tak suka.
“Detektif Huang?!” Seru Seo Yeon.
“Eoh. Annyeong Nona Yoon. Maaf aku terburu-buru. Kita mengobrol nanti. Aku harus mengantar Nona Joo In.” Tao dan Joo In membungkuk sekilas dan meninggalkan Seo Yeon dengan wajah muram.
“Joo In? Dia bahkan memanggilnya dengan nama belakangnya. Sementara aku, Nona Yoon? Apa itu? Ahh dasar. Kenapa wanita itu cantik sekali?” Seo Yeon membanting buku tamu dan bolpointnya ke meja.
Suho berlari secepat mungkin setelah ia keluar dari mobilnya menyusul anggota kepolisian yang lain. Ia baru saja mendapat kabar dari Tao bahwa ia telah mengantar Joo In dengan selamat dan sekarang sedang dalam perjalanan ke sini. Tak heran Tao bisa mengurangi waktu tempuh Suho yang biasanya 30 menit sampai di rumah menjadi 15 menit. Sebelum menjadi seorang detektif, di masa kuliahnya ia selalu pergi dari asrama untuk mengikuti balap mobil liar. Skill nya tak diragukan lagi.
Suho menaiki gedung berlantai 20 itu. Lantai 18 kamar nomor 71 adalah tujuannya. Ini merupakan rumah susun tua yang penuh dihuni penyewa. Sehingga para polisi dan detektif harus super hati-hati agar tidak jatuh korban sipil. Suho memimpin di depan. Kamar itu telah dikepung. Suho memberikan kode kepada salah seorang detektif di depannya untuk mendobrak pintu sementara ia dalam kondisi siaga.
BRAKK!!!
Pintu itu terjatuh seketika dan anggota kepolisian berhamburan masuk ke dalam ruangan. Mereka berpencar untuk mencari setidaknya satu nyawa atau beberapa barang bukti. Namun tak ada yang tersisa. Suho sendiri berusaha mencari di sebuah ruangan yang terlihat seperti kamar. Ada sebuah ranjang, sebuah meja belajar lengkap dengan kursinya, dan sebuah lemari pakaian. Suho menarik menendang kursi yang telah jungkir balik itu untuk memberinya akses jalan. Perlahan, ia mengintip ke kolong ranjang, tetapi ia tak menemukan apapun selain debu yang di atasnya terdapat jejak benda berat yang digeser. Ia mengikuti jejak tersebut yang kemudian menghilang di depan lemari. Suho tak bisa melihat dengan jelas karena pencahayaan kamar yang terlalu remang, tetapi ia yakin lemari seperti ini memiliki ruangan tanpa sekat di dalamnya. Suho memiliki satu yang seperti itu di rumah.
Suho terdiam beberapa saat sambil tersenyum. Rumah. Aku sangat merindukan tempat itu. Kasus ini sebentar lagi selesai dan dia bisa pulang ke rumah lagi. Itu adalah hal yang berputar-putar di otak suho. Suho terlalu sibuk dengan dirinya sendiri hingga ia lupa untuk membuka lemari dan langsung ke luar kamar.
“Apa kalian menemukan sesuatu?” Ucap Suho kepada para polisi.
“Tidak sama sekali. Sepertinya penggerebekan kita kali ini telah bocor.” Pemimpin mereka menimpali.
“Maaf aku baru sampai.” Ucap Tao di telinga Suho dan memberikan kunci mobil kepadanya.
“Sudah kau antar?” Bisik Suho kemudian.
“Aman dan utuh.” Tao tertawa pelan.
“Bagaimana? Berapa orang yang tertangkap?” Tao mengeraskan suaranya.
“Tak ada sama sekali. Sepertinya penggerebekan ini bocor dan mereka segera pergi setelah mendengarnya.” Ekspresi muram dam kecewa menghiasi wajah putih Suho.
“Apa tak ada bukti yang tercecer?” Tao berkata sambil mengelilingi ruangan.
“Maksudmu?” Suho mengangkat wajahnya yang sempat tertunduk.
“Aku sering melihatnya di drama.” Jawaban Tao membuat beberapa orang polisi di ruangan itu menahan tawa.
“Aku serius. Ayolah.. orang yang terburu-buru pasti akan melupakan sesuatu kan?” Tao menjelaskan tetapi raut tertawa mereka terlihat semakin jelas.
“Tolong teliti ulang semua ruangan.” Ucap Suho kemudian. “Berhentilah bercanda Tao-ya.”
“Ahh terserah saja apa katamu.” Tao segera menuju ruangan di belakang Suho agar Suho tak bisa melihatnya sedikit menghentakkan kaki karena sebal.
“Jangan menangis di sana!” Teriak Suho dari luar ruangan.
“Aku tak menangis. Aku hanya memeriksa.” Suho membalas tak kalah keras sambil menendang ranjang untuk melampiaskan kekesalannya.
“Aku sudah memeriksanya. Hahaha.. apa kau marah?” Ucap Suho sambil menyusul Tao segera setelah Tao tak segera menjawab candaannya.
“Apa yang kau lakukan? Kau menendang aset milik orang lain untuk melampiaskan amarahmu?” Suho memarahi Tao sambil menahan tawa. Tao kini berjongkok di dekat ranjang membelakanginya.
“Berhentilah bercanda, Hyung. Aku menemukan jejak ini.” Tao sedikit menyingkir dan menunjuk bekas debu di lantai.
“Aku tau. Aku sudah melihatnya. Itu mengarah ke sana.” Suho menunjuk lemari dengan senter kecil yang bergantung di kunci mobilnya.
“Tunggu, Hyung! Arahkan sentermu ke tempat yang sama.” Tao mendadak berdiri.
“Wae?” Suho heran tetapi kemudian menurut saja.
“Lihat? Orang yang terburu-buru akan melupakan sesuatu. Kau sudah mengeceknya? Apa kau tadi melihat ini? Kau benar-benar tidak teliti.” Tao tersenyum puas. Tangannya bergerak menuju batang kayu yang dipasang mengilang pada pegangan lemari sepertinya digunakan untuk mengunci sesuatu.
“Tunggu! Kecerobohanmu bisa melukai dirimu sendiri Tuan Teliti.” Suho mengeluarkan pistolnya dan memberikan benda itu kepada Tao. Ia mendorong Tao yang memasang posisi siaga sedikit ke belakang sehingga ia bisa membuka lemari dengan leluasa dan penuh perlindungan.
Suho belajar banyak dari lemari di rumahnya. Pintu lemari ini mudah dibuka dan ditutup hanya dengan sedikit dorongan atau tarikan. Suho mengganjal pintu lemari dengan sebelah lututnya kemudian menarik kayu pengunci itu kemudian membuangnya ke belakang dan membiarkan pintu lemari sedikit terbuka. Suho mendekatkan wajah dan telinganya ke pintu lemari. Matanya melihat dengan seksama keadaan dalam lemari. Semakin gelap ruangan, semakin mudah Suho melihat lampu yang mungkin ada di bom. Tak ada apapun. Gelap. Suho tak kehilangan akal. Dengan kunci mobilnya ia menjelajahi bagian dalam pintu lemari sembari mengingat struktur lemari di rumahnya. Sama persis, tak ada tambahan sama sekali. Aman.
“Hyung, apa yang ada di dalam sana?” Tao tak sabar.
“Diamlah. Lebih baik kau mencari bantuan, apapun yang ada di dalam sana beratnya hampir sama dengan Joo In.” Suho berusaha menjaga posisi pintu agar tak terbuka terlalu lebar.
“Psssttt… Hei kau.. kemarilah.” Tao memberikan kode kepada salah seorang polisi yang sedang mengambil foto TKP untuk mendekat.
“Siap menerima tugas, Detektif Huang.” Ucap polisi tersebut setelah memberikan penghormatan.
“Siapkan masing-masing 2 polisi untuk setiap akses masuk dan keluar, termasuk jendela. Selain itu, lindungi aku.” Ucap Suho secara cepat. Setelah mengiyakan, polisi tersebut segera keluar ruangan.
“Tao-ya, aku sudah memastikan tak ada bom di pintu ini. Sekarang kita bertukar posisi. Kau buka pintu ini ke arah samping dan aku akan menangkap apapun itu yang ada di dalam.” Suho memberikan instruksi kepada Tao hingga saat para polisi siap, mereka telah berada di posisi yang tepat dan leluasa. Tao memberikan instruksi visual kepada semua yang ada di ruangan itu yang artinya “dalam hitungan ketiga”. Satu… Dua… Tiga…

To be Continued

Tidak ada komentar:

Posting Komentar