Minggu, 25 Desember 2016

Cerpen : Listen to Me



Listen to Me

Author : Shin Yoon Ah
Genre : Horror, Romance
Cast : Dalon, Kristine, Peercie, Partent

Dalon berusaha menyeret badannya. Ia tidak merasakan sakit dan tidak ada luka apapun di tubuhnya. Tapi entah mengapa badan yang selama ini ia banggakan seolah ditahan benda berat dan sangat kaku untuk digerakkan. Dalon ingin keluar dari tempat gelap yang membuatnya pengap dan kesulitan bernafas itu. Bau anyir darah seorah memaksa masuk ke rongga hidungnya. Ia hanya melihat beberapa barang tua yang teronggok dimana-mana dengan cairan yang menetes dari atasnya.Ia tidak pernah menduga bahwa air itu adalah tetesan darah yang entah berasal darimana. Namun yang lebih membuatnya ingin berteriak adalah tetesannya semakin deras dan berubah menjadi aliran darah yang membuat ruangan itu tenggelam semakin tinggi dan membuatnya jijik.
Dalon menaiki sebuah meja rias usang yang berada di sudut, berharap genangan air berwarna merah itu tidak akan menyentuhnya. Namun satu hal yang membuatnya kebingungan. Semua barang di sini meneteskan darah. Kecuali barang yang dinaikinya, masih sangat putih walaupun banyak debu di sana. Tersadar ada hal aneh, Dalon melihat sekelilingnya. Kanan, kiri, bawah, kembali ke depan. Tetapi tak ada apapun yang mencurigakan. Dalon berdiri tegak dan menoleh ke belakang… namun tak ada apapun selain dinding usang. Ia melihat ke atas hanya ada lubang besar di atap bagian atasnya.
Dalon sudah memastikan semua sisi di sekitarnya. Tak ada yang mencurigakan. Tapi ia merasa agak janggal. Di tengah kejanggalan itu, matanya menangkap sesuatu di bawah meja tepat di sudut yang berlawanan dengannya. Sepasang mata menatapnya. Dalon terperanjat dan merapat ke dinding. Namun dinding itu menghilang dan ia jatuh ke belakang dengan wajah menghadap ke atas tepat di depan wajah pemilik mata yang entah sejak kapan telah berpindah ke atasnya dan menatapnya. Ia berteriak sejadinya. Setiap ia memperkeras suaranya ruangan semakin terang dan terang. Namun wajah gadis itu tak mau menjauh dari wajahnya. Dan di saat ia mengeluarkan suara terakhirnya, wajah itu berubah menjadi wajah seorang wanita cantik.
“Ada apa? Kau bermimpi buruk lagi? Lebih buruk?” Wanita ini berbicara pada Dalon.
“Sepertinya begitu, Dear.” Wajah Dalon benar-benar pucat dan suaranya bergetar.
“Kemarilah! Mungkin ini akan membuatmu lebih baik.” Kristine memberikan Dalon sebuah pelukan lembut yang hangat.
Sepanjang malam Kristine dan Dalon sama sekali tidak tidur. Kristine tidak ingin meninggalkan kekasihnya yang tidak bisa tidur itu. Jam menunjukan pukul 05.00 a.m, 2 jam lagi mereka harus berangkat ke kampus. Dalon memutuskan untuk mandi. Sedangkan Kristine menuju dapur untuk memanggang roti dan menyeduh kopi instant untuk Dalon. Setelah itu ia masuk ke kamar mandi. Mereka memang tidur di rumah yang sama. Yaitu rumah milik ayah Dalon.
Di ruang tamu rumah, Dalon menikmati kopi dan rotinya ditemani Kristine yang menyantap salad buahnya. Kristine mencoba mencari topik pembicaraan yang menarik tetapi tidak menyangkut mimpi buruk Dalon. Akhir – akhir ini Dalon memang sedikit pendiam dan sering melamun. Kristine terpaksa harus menjadi lebih banyak bicara agar hubungan mereka tidak sepi. Di tengah kebingungannya seorang perempuan membawa segelas jus dan duduk di depan sepasang kekasih yang sedang dirundung kesepian itu.
“Peercie, kau menyelamatkan kami dari suasana mengerikan makam ini.” Batin Kristine.
“Apa yang semalam kau lakukan pada Kristine-ku? Dia tidak kembali ke kamar setelah mengunjungi kandang yang kau sebut kamarmu-istanamu itu.” Peercie melirik curiga pada Dalon.
“Aku memakannya.” Dalon tersenyum dan menggenggam tangan Kristine dan pergi meninggalkan Peercie. Ia segera menyeruput jusnya lalu berlari menyusul sepasang kekasih yang sudah mulai menghidupkan mesin mobil itu.
Di kampus mereka berpisah. Dalon pergi menuju taman belakang kampus untuk mencari sahabat terbaiknya, Partent. Ia ingin menceritakan mimpinya semalam kepada lelaki hitam manis itu. Dalon benar-benar tidak akan bisa menyimpan hal semenakutkan itu untuk dirinya sendiri. Ia juga tidak ingin Kristine mengetahuinya. Karena Dalon tau Kristine akan sangat ketakutan saat ia menceritakan hal seperti ini.
“Hai, Meloon. Apa kau mencari Kristine? Aku melihatnya memasuki ruang dosen bersama My Curly Angel. Apa kalian bertengkar?” Tidak ada lelaki lain yang akan memanggil Peercie dengan sebutan seperti itu selain orang yang suka padanya dan sedang Dalon cari sampai ke sudut-sudut kampus.
“Aku mencarimu. Kami tidak bertengkar. Dan Ten, bisakah kau berhenti memanggilku seperti itu?”
“Tidak.” Jawabnya singkat seraya memeluk Dalon. “Apa lagi kali ini?” sambungnya.
“Malam ini seorang gadis ada di mimpiku.”
“Gadis itu selalu di mimpimu kan akhir-akhir ini? Aku bosan mendengarnya.” Partent acuh.
“Ya. Aku melihat wajahnya tadi malam. Sedekat ini.” Dalon mengangkat tangannya sejauh 10 cm di depan hidungnya.
“Benarkah? Seperti apa dia? Apakah secantik Peercie?”
“Kau gila. Wajahnya penuh dengan luka sayatan dan berlumuran darah. Rambut panjangnya berantakan. Matanya benar-benar putih dan hanya memiliki sebuah titik hitam di setiap matanya. Jika kau sepertiku, aku yakin kau akan benar-benar gila.” Dalon mengatakannya dengan menggebu-gebu dan membuat Partent tidak bisa berpikir dan merasa sedikit merinding.
“Bisa kita bahas yang lain? Seperti mata kuliah atau apapun selain ini.”
Mimpi buruk demi mimpi buruk terus berdatangan kepada Dalon. Tapi tetap saja ia tidak ingin memberitahu Kristine apa isi mimpinya. Kristine juga tidak berani menanyakannya karena ia selalu merasa takut saat melihat kekasihnya berteriak ketakutan dan tersiksa seperti apa yang ia lihat setiap malam. Jadi ia memutuskan untuk melupakan semua yang ia lihat setiap malam saat ia melintasi kamar Dalon.
Lama kelamaan Dalon mulai seperti orang tak terawat. Ada lingkaran hitam di matanya. Tubuhnya juga kehilangan berat badan. Itu membuat Kristine khawatir. Sampai suatu malam Kristine melewati kamar Dalon dan melihat pria itu duduk bersandar di kursi sebelah meja belajarnya. Ia mengetuk pintu kamar tersebut tetapi Dalon tak kunjung membukanya. Kristine membuka pintu yang memang tidak pernah terkunci tersebut.
“Apa kau baik-baik saja?” Tanya Kristine cukup khawatir.
Dalon yang baru sadar Kristine ada di dalam kamarnya sedikit tersentak dan wajahnya berubah semakin pucat dan tampak khawatir. Ia menegakkan punggungnya dan berkata, “Dear, apa yang kau lakukan disini?”
“Aku hanya ingin memastikan kau…” perkataan Kristine terpotong oleh Dalon yang semakin terlihat khawatir.
“Pergilah! Tinggalkan aku sendiri.”
“Tapi kau terlihat tidak sehat, dear. Aku akan menemanimu malam ini. Kau kurang tidur.” Kristine mulai menaikkan nadanya seolah menegaskan bahwa ia akan tetap di sana.”
“I’m fine. Kumohon pergilah.” Nada Dalon jauh lebih tegas.
“Tapi aku…”
“Go away. I’m fine. I love you, please stay away from me.”
Kristine tetap menolak untuk pergi walaupun Dalon memaksa. Mereka saling berteriak namun Dalon sama sekali tidak berpindah dari tempatnya duduk. Kristine mendekati Dalon untuk mencoba menenangkannya. Namun gadis itu benar-benar tersentak ketika melihat pergelangan kiri kekasihnya terlihat biru kemerahan seperti luka bakar dan ada beberapa luka kecil yang mengeluarkan darah di sana.
“Kau sebut ini tidak apa-apa?” Kristine sedikit kesal bercampur khawatir.
Perlahan ia lebih mendekat lagi. Tapi dihentikan oleh Dalon. Kristine tetap mendekat dan ia melihat sesosok wanita dengan wajah penuh luka dan dipenuhi darah berdiri di belakang kekasihnya. Gadis itu menatap tajam ke arah Kristine dan memeluk bahu Dalon. Di sela ketakutannya Dalon masih sempat menyuruh Kristine pergi. Kristine sempat ragu. Namun saat tangan wanita hantu itu terjulur ke arahnya ia sempat berlari keluar. Namun tepat saat ia keluar dari kamar, pintu kamar tertutup dan terkunci. Kristine segera berlari ke balkon tempat Partent dan Peercie sedang duduk berdua. Ia menceritakan semua kejadiannya.
“Bibiku adalah seorang cenayang. Rumahnya tak jauh dari sini. Haruskah aku menjemputnya untuk Dalon?” Partent mengirim pesan ke bibinya dan segera menuju rumah bibinya, Leona. Sedangkan Peercie menenangkan Kristine yang masih sedikit shock. Tak lama kemudian Partent dan bibinya sampai di rumah. Tanpa banyak mengoceh Partent mengantar bibinya bersama Kristine yang masih dirangkul oleh Peercie. Namun di jarak 10 meter dari kamar Dalon Bibi Leona mendadak berhenti.
“Wanita ini… tidak ingin kau ada di dekat Dalon. Tinggallah di sini!” Kristine tidak membangkang. Ia tidak ingin wanita itu melukai Dalon lagi.
“Peercie, apa Dalon akan baik-baik saja?” Kristine menggigil di lengan Peercie.
“Berdoalah untuknya.” Peercie memeluk Kristine semakin erat.
Partent membuka pintu kamar Dalon untuk membiarkan bibinya masuk. Pintu yang tadinya terkunci itu kini bisa dibuka dengan mudah. Baru 2 langkah memasuki pintu Partent merasa ingin muntah karena mencium bau anyir darah yang berasal dari genangan air di bawah kursi tempat Dalon duduk. Ia ingin berlari keluar namun tangan Bibi Leona memegangnya erat.
“Jangan pergi. Jadilah yang pertama.”
Partent tersentak. Ia menyadari sesuatu. Tak ada siapapun di belakang Dalon. Dan Dalon juga tidak menyuruhnya pergi saat ia masuk seperti yang dialami Kristine sebelumnya.
Di luar, ponsel Partent yang berada di saku celana Peercie bergetar. Gadis itu heran di saat seperti ini ada saja yang mengirim pesan kepada kekasihnya. Ia membuka pesan tersebut dan matanya mendadak melebar. Ia melepaskan pelukannya pada Kristine dan membaca pesan itu berulang-ulang sambil berpikir. Kristine merasa aneh dengan sikap sahabatnya itu segera merebut ponsel Partent dan membaca pesan baru tersebut.
From :Aunty Leona
Maafkan Aunty,Ten. Aku sedang di luar kota untuk mengurusi sebuah kasus bunuh diri. Tentang temanmu, aku tau ini darurat. Tapi aku sedang jauh dari rumah. Butuh waktu 2 jam untuk kembali pulang. Untuk membantunya ambillah buku kecil di tempat mainanmu di rumahku. Itu akan sedikit melindungimu dan teman-temanmu. Sekali lagi maafkan Aunty. Aunty menyayangimu.

Tanpa pikir panjang Kristine berlari menuju kamar Dalon disusul Peercie yang sangat ketakutan. Saat berusaha membuka pintu kamar Dalon yang kembali terkunci, sesuatu menarik Peercie menuju serambi lantai 2. Kristine hanya bisa melihat hal itu karena ia sendiri sangat sibuk membuka pintu kamar Dalon. Di sana ada Bibi Leona yang akan membantunya. Meskipun ia tau itu bukan Bibi Leona. Tapi siapapun dia Kristine berharap wanita itu akan membantunya. Tapi pemandangan mengerikan yang ia lihat di dalam kamar itu. Partent dengan dada yang robek dan darah yang menggenang.
 Ada dua warna darah yang menyatu di lantai. Yang pertama berwarna gelap dan kental namun terlihat segar. Yang kedua berwarna lebih terang dan lebih encer berasal dari kursi tempat Dalon tadi duduk. Dalon!!! Kristine baru sadar bahwa Dalon sudah tak akan di kamar itu. Ia segera berlari ke serambi lantai 2 tempat Peercie menghilang. Ia melihat garis darah yang sepertinya berasal dari sesuatu yang di seret. Yang lebih mengejutkan darah itu melompati pagar pembatas. Kristine melihat ke bawah dan melihat sahabat terdekatnya tergeletak penuh darah di bawah sana. Ia hampir jatuh tersungkur jika saja Dalon tidak memegang tangannya.
“Aku menyuruhmu pergi. Kenapa kalian tidak mendengarku?” Dalon memeluk Kristine. Darah segar mengalir membasahi baju Kristine.
“Kau terluka. Jangan bergerak. Kita harus ke rumah sakit.” Dalon menolak. Ia berkata mereka tidak akan bisa keluar dari tempat itu. Tetapi Kristine tetap tidak mengindahkannya. Ia tetap berusaha memaksa Dalon untuk berjalan. Namun kakinya yang lemah dan kekuatan lengan Kristine yang tak cukup kuat untuk menopang tubuh Dalon membuat Dalon menggelinding dari tangga teratas menuju lantai dasar. Kristine hanya bisa terkejut, menangis, dan berlari ke lantai dasar untuk berusaha menyadarkan kekasihnya. Ia memeluk tubuh Dalon dengan perasaan menyesal.
“Tidak bisakah kau mendengar perkataan orang lain?” Suara serak yang tajam terdengar menggema di seluruh penjuru ruangan. Dan muncullah sosok wanita yang menurut Kristine telah membunuh semua orang yang ia sayangi.
“Kau!! Apa yang kau inginkan? Mengapa kau membunuh mereka semua?!” Kristine berdiri dan menunjuk tepat di depan wajah wanita yang penuh luka itu.
“Beraninya kau menunjukku dengan tangan kotormu itu!” Wanita itu sangat nampak tidak menyukai perlakuan Kristine terhadapnya.
“Kau pikir aku takut denganmu? Wajah buruk rupamu ini tak lagi menakutkan untukku. Tapi itu sungguh sangat menjijikkan, pembunuh!!” Kristine terlihat benar-benar marah. Tetapi hantu wanita itu malah melihat tangan Kristine dan tersenyum.
“Jadi ini tangan yang dari seorang pembunuh yang menjijikan itu?” Wanita itu memaksa Kristine menurunkan tangannya.
“Apa maksudmu?! Kau yang membunuh mereka!” Kristine masih dengan nada tinggi.
“Aku?? Bukankah kau yang tidak mendengarkan perkataan kekasihmu dan membuat semua orang terbawa masalah bodoh ini? Jadi kau yang membunuhnya!” Wanita itu terkikik.
“Kau yang membunuhnya!” Kristine berteriak.
“Dengan bantuanmu, pembunuh.” Wanita itu lalu menghilang tapi suaranya tetap bergema di setiap ruangan di rumah itu.
“Kau pembunuh!!! Kau pembunuh!!! Kau pembunuh!!!”
“Aku bukan pembunuh. Itu bukan aku.” Kalimat itu yang selalu diucapkan Kristine untuk membantah.
“Kau pembunuh!!! Kau pembunuh!!! Kau pembunuh!!! Kau pembunuh!!!”
Keesokan harinya Kristine ditemukan tak bernyawa dengan telinga mengaluarkan darah dan bola matanya berubah putih dengan sebuah bintik kecil di tiap matanya. Polisi berusaha mengungkap pembunuhan tragis yang menyangkut 4 mahasiswa tersebut. Namun kasusnya tak pernah terpecahkan bahkan oleh detektif terbaik sekalipun.

Maaf yaa kalo absurd.. baru percobaan soalnya.. dan lagi ini cerpen lama ungkit kembali ^^
Maaf yaa mimin telat upload soalnya masih sibuk banget T_T

Sabtu, 03 Desember 2016

FF Sehun : Be Mine




Author : Shin Yoon Ah
Cast : Oh Sehun, Shin Yoon Ah, Soora
Genre : Romance, Fiction

Oh Sehun berjalan perlahan menyusuri tepian danau yang terletak di belakang sekolahnya. Ia memikirkan seorang yeoja cantik yang baru saja pindah ke sekolahnya. Yeoja itu berbeda dari manusia yang lain. Wajahnya seolah bersinar di bawah sinar rembulan. Ia pernah mendengar sebuah kisah dari ibunya. Ketika ibunya bertemu dengan ayahnya, ibunya melihat wajah ayahnya seolah bercahaya di bawah sinar matahari fajar. Sehun berpikir apakah ia jatuh cinta kepada Shin Yoon Ah? Itu jelas tidak boleh. Seorang vampire tidak boleh menyukai seorang manusia.

“Sunbae… apa yang kau lakukan?” Soora, salah satu dari banyak fans Sehun itu mengagetkan Sehun. Soora cantik, tapi di mata Sehun ia hanyalah yeoja biasa. Namun ia cukup dekat dengan Sehun karena Soora juga seorang vampire.

“Sunbae, apa kau sudah melihat eonni yang baru datang itu?Ia benar-benar cantik dan mirip denganku. Benarkan?” Soora berbicara terlalu banyak membuat Sehun bosan dan melangkah pergi meninggalkan yeoja itu.

“Sunbae!!!” Soora berteriak. Tapi tak digubris oleh Sehun.

Sehun berjalan menuju perpustakaan, namun saat sampai di pintu, ia menabrak seorang yeoja cantik. Shin Yoon Ah.

“Mianhe..” Refleks Sehun membantu Yoon Ah memunguti buku-bukunya yang tercecer.
“Neo… Oh Sehun?” Tanya Yoon Ah disela-sela kegiatannya memunguti buku.

“Oh.” Sehun menatap mata Yoon Ah dan turun lagi kearah buku yang ia kumpulkan. Tanpa sengaja ia melihat bengkak di tangan Yoon Ah. Sepertinya itu karena ia terbentur buku yang cukup besar yang sedang dibersihkan oleh Sehun. Yoon Ah mengikuti arah mata Sehun menatap. Ia sangat terkejut melihat pergelangan tangannya membiru.

“Apa ini? Ku pikir karena buku ini.” Yoon Ah tersenyum.

“Na temune… mianhe.” Sehun benar-benar meminta maaf. Dengan segera ia menawarkan diri untuk membawakan buku-buku itu ke kelas Yoon Ah. Selain merasa bersalah ia juga ingin lebih mengenal dekat seorang Shin Yoon Ah.

“Jadi kau Shin Yoon Ah? Siswa baru itu?” Sehun memulai percakapan.

“Oh. Ku pikir aku mulai terkenal sekarang. Semua orang mengetahui kepindahanku.” Yoon Ah terkikik perlahan. Namun Sehun hanya tersenyum kecil.

“Tapi kupikir kau lebih terkenal dariku. Semua yeoja selalu membicarakanmu.” Yoon Ah melanjutkan untuk lebih mencairkan suasana bersama namja dingin itu.

“Tentu saja. Aku tampan. Dan kau, yeoja yang sangat cantik, jadi wajar kalau kau akan menyaingi kepopularanku.” Sehun segera mempercepat langkahnya.

“Kau bilang aku cantik?? Ulangi lagi… aku akan merekamnya.” Yoon Ah mengejar Sehun. Dan sehun hanya tersenyum. Ia mulai merasakan ada kemiripan antara Yoon Ah dan Soora.

Dalam waktu singkat Yoon Ah dan Sehun menjadi sangat dekat. Hal itu membuat Soora sangat marah. Ia memutuskan untuk menemui Sehun selama istirahat. Secepat mungkin ia berlari ke kelas Sehun. Dan menarik namja itu ke danau belakang sekolah.

“Sunbae, apa kau menyukai yeoja itu?” Mata Soora berubah menjadi mata vampirenya, merah.
“Hya!! Neo picoso?? Ini dibawah terik matahari. Matamu itu…” Sehun berlari kearah Soora dan menutup mata yeoja itu.

“Kau yang gila. Dia itu manusia dan kita vampire. Kau benar-benar ingin eomma marah?” Soora dibutakan rasa cemburunya.

“Itu eommaku. Bukan eomma milikmu. Jangan pernah memanggilnya seperti itu!” Sehun benar-benar marah saat itu. Dan meninggalkan Soora sendirian dengan transformasinya setengah vampire itu.

Percakapan mereka tanpa sadar didengar oleh Yoon Ah yang merasa curiga dengan ketergesaan mereka saat di depan kelas Sehun. Sebenarnya Yoon Ah mengikuti mereka didasari rasa cemburu terhadap yeoja bernama Soora yang menurut kabar hanya satu-satunya yeoja yang berhasil mendekati Sehun. Namun ia benar-benar terkejut dengan kenyataan bahwa namja yang diidolakan para yeoja di sekolah barunya adalah seorang vampire.

“Sehun… Oh Sehun…” Sehun sangat mengenal suara yang selalu terngiang di telinganya setiap malam. Dengan senyum berkembang ia menoleh kearah suara manis itu. Saat mereka berhadapan yeoja itu segera menarik Sehun pergi. Mereka menuju gudang di belakang ruangan kosong. Mereka sedikit berlari diiringi lirikan iri para yeoja yang menyukai Sehun dan tatapan cemburu para namja yang mengincar Yoon Ah.

“Apa yang kau lakukan? Ini sedikit canggung. Di tempat sesepi ini bersama seorang yeoja…” Sehun berkata dengan tatapan yang dibuat-buat. Namun berubah ketika melihat wajah Yoon Ah yang memerah dan nyaris menangis.

“Kenapa kau membohongiku?” Yoon Ah mulai menangis.

“Mana mungkin aku membohongimu? Apa yang kulakukan?” Sehun menyentuh pundak Yoon Ah.
“Aku menyukaimu. Tapi kenapa kau tak mengatakan yang sebenarnya padaku? Apa kau tidak menyukaiku?”

“Apa maksudmu?” Sehun benar-benar kebingungan. Ia ingin memeluk Yoon Ah untuk menenangkannya. Namun saat ia mendekat Yoon Ah malah semakin mundur menjauh.

“Aku kecewa padamu. Kau pikir aku akan membencimu jika aku mengetahuinya? Aku menyukaimu apa adanya Sehun. Bahkan jika kau benar-benar seorang  vam…” belum sempat Yoon Ah mengakhiri kalimatnya, Sehun menarik tubuh Yoon Ah dan mencium bibir yeoja itu.

“Paboya, Neo... jinjja saranghae.” Sehun hanya mengatakan itu dan melanjutkan sapuan bibirnya. Hal itu membuat Yoon Ah membeku. Mulai detik itu, Shin Yoon Ah resmi menjadi yeojacingu milik Oh Sehun.

Hubungan itu jelas tidak diinginkan oleh Soora. Ia menyebarkan desas desus aneh. Desas desus itu berkembang cukup cepat hingga seluruh warga sekolah mengetahuinya kecuali Sehun dan Yoon Ah.
Menjadi yeojacingu Sehun membuat Yoon Ah tidak memiliki teman karena semua yeoja di SMAnya menganggap Yoon Ah sebagai saingan terberatnya. Iaselalu mendapat cibiran pedas dari orang-orang di sekitarnya. Berkat Oh Sehunlah ia bisa melewati itu semua. Sebanyak apapun cibiran dan gunjingan yang datang ia masih bisa bertahan. Namun ada sebuah pembicaraan yang membuatnya resah. Ia mendengar dua orang yeoja berbisik di ujung meja perpustakaan.

“Kau lihat gadis dengan rambut pirang itu?” Ucap gadis berlipstik merah.

“Bukankah ia Shin Yoon Ah? Yeojacingu Oh Sehun? Seluruh sekolah sudah mengetahuinya. Ku pikir mereka cocok. Oh Sehun yang tampan bersama yepeo yeoja seperti Shin Yoon Ah.” Ucap gadis berkacamata. Tersirat senyum di wajah Yoon Ah. Ada juga orang yang menyetujui hubungan mereka.
“Sayang hatinya tidak secantik wajahnya. Kau tau? Yeoja itu memaksa Uri Sehun menjadi kekasihnya dengan cara yang licik.” Gadis berlipstik merah memelankan suaranya agar tak terdengar oleh Shin Yoon Ah. Tapi tetap saja ia bisa mendengar secara samar pembicaraan mereka berdua.

“Licik? Maksudmu? Hubungan mereka terlihat baik-baik saja.” Gadis berkacamata merapatkan duduknya.

“Kau tidak tau? Kabarnya Shin Yoon Ah mengetahui sebuah rahasia besar milik Oh Sehun.”

“Maksudmu Oh Sehun memacari Shin Yoon Ah agar gadis itu tidak menyebarkan rahasianya?” Gadis berkacamata mulai menebak. Dan diiringi anggukan dari lawan bicaranya.

Secepat mungkin Shin Yoon Ah keluar dari perpustakaan dan mencari Oh Sehun. Tempat pertama yang ia tuju adalah gedung tua dimana ia dan Sehun menjadi sepasang kekasih. Namun ia tak menemukan vampire tampannya. Ia segera berlari menuju danau dan menemukan sepasang vampire disana. Siapa lagi kalau bukan Oh Sehun dan Soora.

Soora yang mencium kedatangan Yoon Ah segera memanaskan keadaan. Ia mendekatkan badannya ke Sehun.Ia mengira Sehun tidak menyadari kehadiran Yoon Ah. Padahal sebenarnya Sehun sangat tau Yoon Ah berdiri di sana dengan perasaan cemburu dan marah. Namun ia mencoba memancing dua yeoja itu. Sejahat apa Soora dan sesabar apa Yoon Ah. Maka dari itu ia berpura-pura tidak mengetahui kehadiran Yoon Ah dan perbedaan sikap Soora.

“Sunbae, apa kau baik-baik saja jika Yoon Ah eonni mengetahui siapa dirimu sebenarnya?” Soora melancarkan aksinya. 

“Sebenarnya sedikit merepotkan untukku.” Sehun memancing lebih jauh.

“Jadi kau hanya ingin Yoon Ah eonni untuk menutup mulutnya?” Soora terpancing tanpa berpikir panjang.

“Tentu saja.” Sehun berusaha menyembunyikan senyumnya. Iamerasakan bahwa Yoon Ah telah mulai menangis. Jadi ia ingin segera mengakhiri permainannya.

“Sunbae, akhiri saja hubungan kalian. Aku akan membantumu menutup mulut Shin Yoon Ah eonni.” Bukannya jawaban yang didapat oleh Soora, Sehun beranjak dari duduknya dan menarik lembut tangan gadis yang sejak tadi berdiri di balik pohon dan membawanya ke hadapan Soora.

“Soora, dengarkan aku baik-baik! Aku memang merasa kerepotan Yoon Ah mengetahui rahasiaku. Karena ia mengetahui kelemahanku. Jadi aku tak bisa bersikap angkuh pada gadis ini. Dan aku ingin gadis ini untuk menutup mulut karena jika orang lain mengetahui rahasiaku aku tak akan bisa melihat bunga terindahku ini lagi. Dan bahkan tanpa aku meminta pun ia akan menyembunyikannya karena ia tidak cukup bodoh untuk menyebarkannya.” Setelah selesai berbicara sepanjang itu Sehun membawa Yoon Ah ke gedung tua. 

Ketiga orang itu sebenarnya sedang dalam kondisi terkejut. Sehun terkejut karena vampire yang cukup dekat dengannya, Soora setega itu melukai orang yang dicintainya. Yoon Ah, terkejut dengan jawaban Sehun yang sanggup menggetarkan hati seluruh gadis. Dan Soora, terkejut dengan jawaban terpanjang Sehun yang pertama kali ia dengar selama ratusan tahun bersama dan kalimat panjang itu ditujukan untuk melindungi gadis lain.

Dendam Soora bertambah kepada Yoon Ah. Bahkan kini telah meluap. Ia kehilangan akal pikirannya. Pada malam hari ia terbang ke sebuah hutan dan mendarat di pohon tertinggi di hutan tersebut. Ia melihat sekeliling dan berjalan perlahan ke jurang tercuram di hutan itu. Ia memperkirakan banyak hal sebelum melaksanakan aksinya. Ini adalah malam tepat sebelum malam purnama. Vampire seperti Sehun akan mencari buruan di malam ini untuk mendapat lebih banyak darah binatang. Jadi tidak mungkin Sehun akan berjaga di sisi Yoon Ah semalaman.

Soora duduk di tanah di bawah sebuah pohon besar. Ia mengeluarkan ponselnya dan menghubungi Yoon Ah. Terdengar nada sambung beberapa kali.

“Yoboseo?” Yoon Ah di seberang sana.

“Eonni, bisakah kau kesini… jebal… pale… bawalah obat-obatan… eonni jeb..al..” Soora mematikan teleponnya. Ia segera mengeluarkan kukunya yang tajam dan mencabik tubuhnya hingga tercipta beberapa luka sayatan lalu ia berbaring 3 meter dari bibir jurang.

Yoon Ah sangat panik mendengar suara Soora yang menahan rasa sakit. Ia segera melacak lokasi Soora dengan ponselnya. Ia memasukkan kotak P3K ke dalam tas jinjingnya dan menuju tempat ponsel Soora dapat di lacak. Awalnya ia sempat ragu saat ponselnya menunjukkannya masuk kawasan hutan liar. Dengan rasa waspada ia meneruskan langkahnya. Ia menemukan Soora terbaring penuh luka dan darah di tanah. Ia segera mendekati Soora dan mengobati lukanya.

“Apa yang terjadi?” Yoon Ah bertanya dengan kepanikannya.

“Aku sedang berburu ketika seekor binatang buas menikamku. Maaf merepotkanmu. Hanya kau yang bisa kuhubungi. Sehun tidak pernah membawa ponsel saat berburu.” Soora menahan rasa sakit yang teramat sangat. Tapi ia tidak menyesal, demi Sehun ia rela melukai dirinya sendiri. Lagipula tubuh vampire yang melukai dirinya sendiri dapat pulih dengan cepat.

“Gwencana..aku bisa mengurus ini. Diamlah sebentar.” Karna terlalu berkonsentrasi dengan luka Soora, Yoon Ah tidak menyadari ia berpindah duduk membelakangi tebing. Tak ingin membuang kesempatan Soora mendorong tubuh Yoon Ah sekuat tenaga.

Alhasil tubuh Yoon Ah jatuh ke dasar jurang dengan bersimbah darah. Soora bangkit dan dalam hitungan detik semua lukanya telah hilang. Tubuhnya kembali utuh, hanya bajunya saja tetap robek di sana sini. Ia terbang ke atas jurang dan melihat tubuh Yoon Ah di dasar jurang. Ia sedikit kesal karena jurang itu kurang dalam untuk membuat tubuh Yoon Ah hancur. Tetapi ia melihat sekeliling jurang dan kembali tersenyum. Tak ada jalan keluar dari dasar jurang. Gadis itu akanmembusuk di bawah sana. Dengan segera Soora melesat pulang.

Di sisi lain hutan, Sehun sedang meminum darah seekor anak rusa saat tiba-tiba ia mencium aroma gadis yang ia cintai. Sekelebat bayangan hitam melintas di pikirannya. Ia merasa hal buruk akan terjadi. Ia melawan arah angin untuk mencari tubuh Yoon Ah karena aroma yang tercium sangat kuat berarti Yoon Ah berada tidak jauh dari tempat Sehun berada.

Sehun sempat berhenti sejenak karena ia mencium beberapa aroma bersamaan. Aroma tubuh Yoon Ah, Soora, dan darah Soora. Berbagai pertanyaan bermunculan di otaknya. Kenapa Yoon Ah ada di hutan semalam ini? Bersama Soora? Dan yang paling membuat Sehun khawatir adalah kenapa tercium darah Soora? Ia mempercepat terbangnya dan melihat di bawahnya ada seorang gadis sedang mengobati seorang vampire. Yoon Ah dan Soora.

“Shin Yoon Ah, kau benar-benar Cheonsang.” Sehun tersenyum tipis dan hendak kembali ke buruannya ketika ia teringat satu hal. Vampire tidak perlu diobati untuk luka apapun. Mereka bisa menyembuhkan diri sendiri dalam hitungan detik. Kecuali itu bekas gigitan serigala. Tapi serigala tidak pernah keluar pada malam tepat sebelum purnama seperti ini. Sehun segera berbalik namun Yoon Ah dan Soora sudah tak terlihat di tanah. Sehun melihat sekeliling dan matanya menemukan Soora terbang rendah dan tersenyum tanpa luka sama sekali. Hanya bajunya yang tak utuh memperlihatkan beberapa bagian kulitnya yang berkilau oleh pantulan sinar bulan.

Sehun ingin mendekati vampire itu ketika angin berhembus dan tercium darah segar yang bercampur dengan aroma tubuh Yoon Ah. Ia terkejut dan dengan segera ia merendahkan terbangnya. Ia bermaksud mencari Soora yang menghilang dengan cepat, namun semakin ia merendah aroma itu semakin pekat. Ia mendekati sumber aroma dan menemukan Yoon Ah hampir kehilangan nyawanya. Ia mendekati gadis itu dan memeluknya. Aroma darah menyeruak ke dalam hidungnya yang tajam. Namun ia tidak menutup penajaman aroma yang dimiliki hidungnya. Sehun ingin tetap menghirup aroma tubuh Yoon Ah.

“Yoon Ah-ya… neo gwencana?” Sehun benar-benar panik. Ini pertama kali dalam hidupnya ia menitikkan air mata setelah kematian eommanya.

“Chagi-ya… uljima… Saranghae.” Yoon Ah tersenyum. Pertama dan terakhir bagi Yoon Ah untuk memanggil Sehun seperti itu.

“Nado..jinjja saranghae. Gajima..” Sehun mempererat pelukannya. Yoon Ah menyusuri setiap lekuk wajah Sehun dengan tangannya. Ia menyeluarkan sisa-sisa tenaganya.

“Neo ipsul..na jinjja bogoshipeo.” Yoon Ah berucap ketika tangannya menyentuh bibir Sehun. Sehun mencium bibir Yoon Ah cukup lama sampai Yoon Ah terbatuk karena ia mulai kesulitan bernapas.

“Mianhe.” Perlahan Yoon Ah menutup mata. Sehun kehilangan akal. Tanpa berpikir panjang ia menancapkan taringnya ke leher Yoon Ah. Mata Yoon Ah terbuka sesaat dan tertutup lagi dengan rapat. Yoon Ah telah mati.

Seminggu kemudian di rumah peristirahatan Sehun, seorang gadis membuka matanya perlahan. Ia menggerakkan anggota tubuhnya yang sedikit kaku akibat berbaring selama 1 minggu penuh tanpa bergerak.

“Yoon Ah-ya, kau sudah sadar?” Sehun terbangun dari tidurnya.

“Na eodiseo?” Gadis itu benar-benar bingung.

“Kau di rumahku. Kau akan tinggal denganku mulai sekarang.”

“Neo nuguseo? Oh Sehun, kechi?”

“Oh, naneun Oh Sehun imnida. Yoon Ah-ya, neo jinjja pabo? Kau lupa dengan kekasihmu?” Sehun menahan tawanya.

“Na? Na nugu-ya?” Gadis itu menunjuk dirinya sendiri.

“Kau? Yoon Ah. Shin Yoon Ah.” Sehun menjelaskan perlahan. Ia sangat paham.

“Benarkah? Apa aku benar-benar masih hidup? Tapi apa aku buta? Aku tak dapat melihatmu dengan jelas.” Yoon Ah masih mengingat kejadian di jurang 1 minggu yang lalu.

“Kau ingat 1 minggu yang lalu Soora mendorongmu ke jurang? Kau hampir mati, tapi aku mengigitmu di detik-detik terakhir.” Sehun menjelaskan.

“Aku seorang vampire?” Yoon Ah terkejut.

“Benar sekali. Itu sebabnya kau menjadi rabun di pagi hari. Tapi lama kelamaan kau akan bisa melihat dengan normal.”

Benar kata Sehun. Dalam waktu kurang dari 1 bulan Yoon Ah sudah dapat melihat dengan normal. Mereka menikmati hidup yang bahagia sebagai sepasang pengantin vampire di hutan bawah tanah dimana para vampire tinggal.

Sehun tidak diijinkan tinggal di dunia manusia lagi dikarenakan ia melanggar sebuah aturan dengan mengigit manusia. Tapi mereka berdua masih diijinkan untuk ke dunia manusia untuk sekedar bermain, berlibur, atau berbelanja. Sedangkan Soora telah berubah menjadi abu karena perbuatannya menyakiti manusia tak bersalah telah diketahui pemimpin vampire. Hilanglah sasaeng fans milik Oh Sehun yang akan menyakiti Shin Yoon Ah.


Maafkan mimin kalo masih berantakan. Ini sebenernya fanfic lama tapi baru ketemu sekarang. maaf juga ya cast nya mimin ^^ . Tapi kalo ada reader yang gak suka bisa dibayangin kalo yang ada di situ bukan nama pena mimin kok ^^

Selasa, 29 November 2016

Cerpen : Romelord and Jurea

ROMELORD and JUREA


Author : Shin Yoon Ah
Genre : Sad Romance, Happy Ending

“Hai. Apa aku mengganggumu?” Lorde duduk di sebelah gadis cantik yang sedang membaca sebuah buku di bangku taman.
“Aku berharap kau memang menggangguku.” Rea tersenyum manis.
“Baiklah kalau kau menginginkannya.” Lorde mulai menggelitiki Rea dan membuat Rea melepas bukunya.
Sekedar memulai kisah, Reanita Denni Risabel gadis kelas XII SMA yang berasal dari sebuah keluarga yang sangat kaya dan berkuasa atas sebuah perusahaan yang sama besarnya dengan perusahaan milik keluarga Thompson yang memiliki penerus bernama Lorde Jhonatan Thompson. Dari zaman pertama dibangun dua perusahaan raksasa ini, mereka sama sekali tidak bisa bekerja sama.
Denni Exclusive adalah sebuah perusahaan di bidang real estate yang bukan hanya untuk kalangan atas tapi bahkan kalangan yang mendiami langit. Denni Family terdiri dari Rea, Mr.Denni, Mrs.Denni, dan El Denni Kristina, adik Rea. Gadis cantik yang selalu merasa iri kepada Rea. Rea adalah pewaris utama Denni Exclusive, jadi Rea mendapat perhatian khusus dari Mr.Denni. Selain itu Rea cerdas dan cantik alami, wajar jika ia juga mendapat perhatian spesial dari Mrs.Denni. Namun Rea menginginkan yang berbeda. Ia ingin bisa berteman dengan Lorde tanpa larangan dari keluarganya.
Sedangkan kerajaan kedua adalah Thompson’s Commodity. Berada di bidang yang sama di tempat yang tak jauh berjarak membuat perusahaan ini menjadi musuh besar Denni Exclusive. Mr.Thompson dan Mrs.Tera hanya memiliki putra tunggal berusia 17 tahun berada di bangku kelas XII SMA yang sama dengan Rea. Tapi berbeda dari Rea yang menjalin hubungan secara diam-diam, keluarga Thompson mengijinkan Lorde menjalin hubungan dengan siapapun termasuk musuh perusahaan. Mereka berpikir masalah pertemanan Lorde tidak ada hubungannya dengan bisnis keluarga.
Ada saat dimana Rea tidak bisa mengerjakan tugas sekolahnya. Saat itu ia akan melarikan diri ke rumah Lorde. Seperti siang ini saat pulang sekolah, Rea telah duduk manis di salah satu sisi meja di kamar Lorde untuk mengerjakan tugas bersama.
“Bisa kau membantuku dengan vektor ini?” Rea mengarahkan bukunya pada Lorde.
“Aku sudah berulang kali mengajarkannya padamu. Kapan kau akan paham? Apa kau bodoh?” Lorde mencubit pipi Rea.
“Berhenti melakukannya. Kau membuat kecantikanku memudar.”
“Iya kah? Aku akan membuatmu lebih cantik.” Lorde mencubiti pipi Rea dan mengacak-acak rambutnya.
“Lorde, berhenti melakukan itu. Kau akan melukai Rea.” Mrs.Tera memasuki ruangan membawa minuman dingin dan beberapa camilan sebagai teman belajar mereka. Setelah menaruh nampan tersebut ia meninggalkan mereka.
Setelah Mrs.Tera pergi, Lorde kembali melakukan tingkah jahilnya pada Rea. Tingkah mereka terhenti ketika mendengar lagu ‘Sing For You – EXO’ yang terdengar dari ponsel Rea. Terlihat sebuah tulisan yang membuat mereka berdua diam. Mama. Rea mengangkat panggilan itu dan menoleh ke arah Lorde.
“Antar aku pulang.” Rea berkata singkat sambil tersenyum kaku.
Sampai di kediaman keluarga Denni. Mrs.Denni tidak mengetahui darimana Rea pergi. Karena Rea diturunkan Lorde 3 blok dari rumah Rea. Kemudian Rea menaiki taksi langganannya dari sana. Namun ketika Rea memasuki kamar dan melepas sepatunya, seorang gadis yang terlihat 1 tahun lebih muda darinya memasuki kamar yang sama. Kristina.
“Hai Nona Reanita Thompson.” Sindir Kristina.
“Apa maumu Kris?” Rea tidak menggubris ejekan adiknya.
“Aku tau kau baru pulang dari rumah Lorde. Apa kau tau aku menginginkan banyak hal darimu? Termasuk Lorde.” Kris duduk di sebelah Rea.
“Ayolah, Kris. Kau bisa memilikinya sebagai kekasihmu. Tapi jangan rebut dia sebagai sahabatku.” Rea tersenyum dan mengedipkan sebelah matanya.
“Tapi Lorde menyukaimu, bodoh” Kris merutuk dalam hati.
Kejadian seperti itu terus berulang bahkan sampai mereka lulus SMA dan ketiga anak ini berada di universitas yang sama pula. 2 tahun telah berlalu namun keluarga Denni tetap tidak mengijinkan hubungan Rea dan Lorde. Tapi hubungan sembunyi-sembunyi ini memunculkan getaran di hati mereka. Namun getaran itu masih tersimpan rapat di hati mereka. Hingga Lorde sudah tak sanggup lagi menahannya.
“Rea, harusnya kau paham apa yang aku rasakan. Kita telah bersama lebih dari 5 tahun dengan cara yang ekstrim. Jadi aku akan ke pokok masalah saja. Aku…” Lorde tidak tau harus berkata apa. Dan Rea sendiri merasa galau. Ia berpikir apa yang akan diucapkan Lorde.
“Aku menyukaimu.” Rea membuka mulutnya karena tidak sabar.
“Aku juga. Haruskah kita menjalin hubungan lebih dari ini?” Lorde melengkapi.
“Sepertinya iya.” Rea tersipu.
Hubungan mereka terus berlanjut dan semakin dalam. Rea lebih sering meninggalkan rumah tanpa bodyguard dengan alasan repot dan sebagainya. Orang tuanya tidak pernah melarangnya. Asalkan Rea mau menghadiri pertemuan pemegang saham bersama Mr.Denni. Dan menghadiri yoga dengan Mrs.Denni. Namun Kris yang pada dasarnya cerdik dan memiliki insting tajam merasakan kejanggalan. Ia menyelidiki kemana kakak perempuannya pergi hampir setiap hari. Ia menemukan sesuatu yang amat mengejutkan dan menyakiti hatinya. Lorde dan Rea berpacaran di belakangnya.
“Dasar wanita jalang. Lupakah kau apa katamu bertahun-tahun lalu?” Kris benar-benar merasa marah. Rasa cintanya telah berubah menjadi benci. Ia berniat tidak akan membantu Rea melarikan diri lagi.
Malam itu tanggal 14 Februari. Kebiasaan bagi para remaja yang telah berpacaran, tanggal ini disebut hari kasih sayang. Malam ini Rea berencana akan melarikan diri untuk bertemu dengan Lorde.
“Mama, aku ingin pergi bersama temanku.” Rea membujuk Mamanya.
“Ini hari kasih sayang. Apakah kau sudah memiliki kekasih? Siapa lelaki beruntung itu? Apakah Mama mengenal keluarganya? Sederajatkah dengan kita?”
“Apa yang Mama katakan? Aku belum memiliki kekasih. Apalagi jika Mama memberikan syarat sebanyak itu. Tidak akan ada yang mau menikahiku.”
“Kalau memang tak ada menikahlah denganku.” Kris merebahkan diri dengan kaki dinaikkan ke pegangan kursi di sofa dekat Mamanya.
“Kris, duduklah yang sopan. Mama tidak pernah mengajarkan hal itu padamu. Kau seorang gadis. Bersikaplah lemah lembut.” Mama memarahi Kris. Dan Kris membenahi posisi duduknya.
“Jika kau benar-benar ingin pergi, pergilah bersama Kris.” Mrs.Denni membuat keputusan. Rea terkejut dan menoleh ke arah Kris untuk meminta bantuan.
“Aku ada acara sendiri, Ma. Aku tak ingin malam liburku terjebak dengan Rea.” Kris berakting membantu Rea. Padahal sebenarnya ia ingin menjebak Rea.
Jadilah malam itu Rea pergi hanya berdua dengan Lorde seperti pasangan-pasangan lainnya. Mereka membaur dengan pasangan lain agar tidak ada yang mengenali. Namun berada di keramaian membuat mereka tidak bisa bicara dengan tenang. Lorde menarik Rea memasuki mobil dan membawa Rea ke sebuah tempat yang cukup terkenal di kota mereka tinggal. Setelah memesan sebuah pendopo kecil dari bambu di atas sebuah kolam ikan, mereka pergi ke pendopo yang ditunjukan pelayan, yang katanya memiliki pemandangan yang sangat indah di malam hari.
Benar saja. Pemandangan lampu pedesaaan sungguh sangat romantis. Di bawah mereka juga ditebar lilin-lilin yang sedikit bergoyang karena dipermainkan ikan dibawahnya. Suasana itu sungguh sangat menakjubkan dan membuat keduanya terhipnotis dan tidak mengatakan apapun. Namun keduanya dikejutkan oleh suara langkah beberapa pasang kaki di belakang mereka. Dua orang memakai jas hitam rapi, terlihat seperti… bodyguard.
“Nona Reanita, kami harus membawa anda pulang atas perintah Tuan Denni. Nona Kristina menunggu anda di mobil.” Orang itu menarik lengan Rea. Namun dihentikan oleh Lorde.
“Maafkan kami Nona. Kami hanya menjalankan tugas. Nona Kristina memerintahkan kami membawa anda pulang dengan cara apapun atau Tuan Denni akan marah.” Mereka berdua membungkuk kearah Rea dan memukul Lorde secara bersamaan. Rea ingin membantu namun Lorde memberi isyarat untuk lari. Tanpa berpikir panjang Rea berlari secepat yang ia bisa. Ia berhenti tepat di atas sebuah tebing. Di bawahnya terhampar pasir pantai yang ia yakini cukup padat di bawahnya. Ia berniat berlari kearah lain. Saat ia berbalik arah, seorang gadis yang sangat familiar keluar dari balik kegelapan bersama dua bodyguard di belakangnya.
“Kris? Kau penghianat.” Rea membentak Kris.
“Bukankah kau yang memulai? Perkataanmu dulu, apa kau lupa? Tentang aku boleh mengambil Lorde kapanpun aku mau? Kau bilang kalian hanya bersahabat. Lupa Nona?” Perlahan Kris mendekat.
“Jangan mendekat! Aku tak ingin pulang bersamamu.” Rea mundur beberapa centimeter mendekati jurang.
“Kau menyukai Lorde. Tetapi kenapa kau menyuruh mereka memukulinya? Apa kau gila? Kau ingin ia mati?” Rea mulai menitikkan air mata antara takut, khawatir, dan kecewa.
“Sebenarnya tidak…” Kris berhenti sejenak. “Aku ingin membunuh kalian berdua. Bawa Rea pulang.” Kris memerintahkan bodyguardnya. Refleks Rea mundur dan terjatuh dari tebing. Kedua bodyguard Kris kaget dan mundur beberapa langkah. Namun Kris malah tersenyum.
“Tugas kita selesai teman-teman.” Kris dan kedua temannya tersenyum puas. Kris merekayasa cerita seolah-olah Rea menghempaskan tubuhnya sendiri. Dengan begitu Kris lepas dari kesalahan dan menjadi pewaris tunggal Denni Exclusive.
Diluar dugaan malam itu Rea tidak mati. Saat ia terjatuh Lorde sudah di bawah untuk antisipasi hal tersebut. Dengan kekuatan dan kecerdasannya Lorde berhasil menangkap Rea. Oleh sebab itu mayat Rea tidak pernah ditemukan. Sehingga polisi menyimpulkan bahwa mayatnya terbawa ombak saat badai terjadi pada pagi hari. Pengiriman arwah Rea dilakukan di pagi itu juga di rumah duka. 2 hari kemudian Kris diangkat sebagai Presdir Denni Exclusive menggantikan Mr.Denni yang masih dirundung kesedihan. Di tengah kesedihannya selalu saja ia berkata, “Kalau kau ingin menikahinya, aku pasti mengijinkan walaupun terpaksa. Tetapi kenapa kau pergi meninggalkan kami?” hal itu membuat Kris muak.
Seminggu kemudian tersiar kabar bahwa pewaris Thompson’s Commodity akan menikah. Benar saja, 1 bulan kemudian pernikahan yang sangat mewah digelar di sebuah hotel berbintang 5. Mr.Denni sebenarnya diundang untuk datang. Tapi karena hubungan kedua keluarga mereka yang kurang baik maka Mr. Denni memberikan undangan itu kepada Kris. Kris memang ingin melihat siapa gadis sial itu. Bisa-bisanya Lorde menikah dengan wanita lain setelah 1 bulan yang lalu belum jadi dibunuh. Seharusnya Lorde menikahi Kris sebagai ucapan terimakasihnya. Itu yang dipikirkan Kris.
Kris sengaja datang agak terlambat karena tak ingin berada terlalu lama disana. Ketika ia memasuki ruang pesta ia sangat terkejut dengan tulisan di atas panggung resepsi ‘WELCOME TO LOREA PARTY’. Lorea? Lorde dan Rea? Mana mungkin? Kris menyelip di antara keramaian pesta untuk melihat siapa pengantin wanitanya. Seorang gadis dengan rambut pirang panjang memakai gaun putih dan memegang bunga berwarna pink, merah, dan biru. Rea. Seketika itu badannya kehilangan tenaga.
“Apa maksudmu Rea belum mati? Kita melihatnya jatuh dari jurang itu. Kau juga lihat kan, Brian?” Roy, sahabat Kris memandang heran kearah Kris.
“Aku juga tidak tau. Maka dari itu aku memanggil kalian.” Kris terlihat panik.
“Kau kan sudah diangkat sebagai presdir. Apa gunanya lagi takut? ” Brian menimpali.
“Aku hanya diangkat sementara. Jika Papa tau Rea masih hidup ia akan menjadikannya pewaris dan melengserkanku. Apalagi Papa sudah merestui mereka setelah kematian yang ternyata palsu itu.” Kedua pria di dekat Kris berpandangan setelah mendengar penjelasan Kris.
“Hanya ada satu cara.” Brian membuka mulut.
“Menyingkirkannya.” Roy  melengkapi.
Malam itu Kristina sudah menyiapkan semuanya. Rencana yang cemerlang dan pisau dapur yang telah diasah. Malam itu juga ia berhasil menjalankan misinya. Dan ketika pagi tiba ia telah terbaring di kasur rumah sakit menikmati acara televisi dan sepiring buah yang telah dipotong. Beberapa saat kemudian seorang lelaki dengan jas hitam membawa sebuah koper memasuki ruangan tempat Kris beristirahat.
“Nona, saya turut berduka atas apa yang terjadi. Apa anda sudah lebih baik?” lelaki tersebut sangat sopan. Ia duduk di kursi sebelah pembaringan Kris.
 “Seperti yang kau lihat, Sekretaris Jung.” Ekspresi wajah Kris berubah suram setelah mendengar perkataan pria itu.
“Maafkan saya mengganggu Nona di saat seperti ini. Saya membawa surat dari Tuan Denni untuk anda. Surat ini menginginkan anda meneruskan Denni Exclusive. Apakah anda bersedia Nona? Bisa anda lihat, ini tanda tangan dan stempel resmi dari Tuan Denni.” Sekretaris Jung menunjukan kertas itu kepada Kris.
“Kalau memang itu kehendak Papa, baiklah.” Setelah mendapat pernyataan itu Sekretaris Jung berpamitan dan meninggalkan ruangan tersebut. Wajah Kris terlihat berseri-seri.
Disaat yang bersamaan di televisi muncul breaking news : Semalam terjadi penyerangan misterius di rumah seorang pengusaha pemilik Denni Exclusive. Diperkirakan penyerangan terjadi sekitar pukul 01.27 dini hari. Tuan dan Nyonya rumah dikabarkan meninggal dunia dan satu-satunya putri mereka Nona El Denni Kristina mengalami luka yang cukup parah di lengan kanannya. Saat ini polisi telah menangkap pelakunya. Mereka adalah sahabat dekat Nona Kristina. Saat diwawancarai mereka mengaku marah dengan sikap Nona Kristina yang selalu menyuruh mereka melakukan sesuatu. Pelaku berjumlah dua orang berinisial B dan R.
“Apa kau baik-baik saja?” Rea memasuki kamar rawat Kris dengan terengah-engah membuat Kris sedikit terkejut.
“Aku baik-baik saja. Tapi bisakah kau mengurus pemakaman Papa dan Mama untukku?” Kris mengeluarkan sedikit air mata.
“Baiklah, Kris. Beristirahatlah!” Rea mengecup lembut kepala adiknya dan pergi untuk mengurus pemakaman orang tua mereka.
Kris lelah berada di rumah sakit selama lebih dari 1 minggu. Hari ini ia memaksakan diri untuk menghadiri rapat pemegang saham di perusahaannya. Ia adalah presdir, jadi ia harus ada di sana untuk memimpin rapat. Tapi sesaat setelah rapat selesai Kris ditemukan tak sadarkan diri di ruangannya dengan mulut berbuih dan badan sangat panas. Secepat mungkin para pegawai membawanya ke rumah sakit tempat ia dirawat sebelumnya.
“Maafkan kami, Tuan. Kami sudah berusaha sebisa mungkin. Tetapi luka di tangannya sudah terinfeksi sangat parah sejak pertama kali dibawa kemari. Sekali lagi maafkan kami. Waktu kematian 25 Maret pukul 15.23.” Dokter berkata kepada Sekretaris Jung.
Kabar kematian tersebut tersebar sangat cepat bahkan hingga ke penjara. Di penjara Brian dan Roy hanya tersenyum sinis.
“Gadis pintar membunuh dirinya sendiri.”
“Kau benar. Jika aku jadi Kristina aku akan membunuh Rea. Bukan orang tuanya.”
Kronologi sebenarnya terjadi pada malam kematian orang tua Kris. Kris menyiapkan sebuah sarung tangan dan pisau tajam yang telah diasah. Perlahan ia memasuki kamar orang tuanya dan menjumpai Papanya sedang tertidur di ranjang. Dengan sigap ia membungkam wajah Papanya dengan bantal dan menusukkan pisau yang ia bawa ke sekujur tubuh lelaki tua itu sampai ia menghembuskan nafas terakhirnya. Lalu ia mendengar gemericik air dari kamar mandi berhenti. Ia segera turun dari ranjang tanpa mencabut pisaunya dan mengambil sebuah guci yang berada di dekat lemari. Perlahan tanpa menimbulkan suara ia menghampiri pintu kamar mandi. Beberapa saat kemudian seorang manita merusia 39 tahun keluar dan mendapat pukulan keras di kepalanya hingga guci tersebut pecah.
Saat itu ia mengambil pecahan guci yang cukup tajam dan menggores lengan kanannya. Karena guci itu kotor, maka infeksi terjadi di luka tersebut. Ia sengaja menggores lengan kanan karena ia tidak kidal. Jadi polisi akan mengira bahwa Kris berusaha membela diri dan mendapat luka di lengan kanannya. Dan ia juga merobek baju belakangnya agar terlihat seperti di tarik dari belakang. Setelah itu ia memasukkan sarung tangannya ke dalam baju dan memanggil polisi.
Tersangka adalah Brian dan Roy karena kecerdikan Kris. Pagi sebelum penyerangan Kris meminjam ponsel kedua temannya itu. Ia menghapus semua percakapan yang pernah mereka lakukan. Dan menghapus beberapa pesan di ponselnya hingga yang tersisa hanya beberapa pesan dari Kris yang meminta tolong sesuatu kepada mereka dengan halus dan jawaban mereka yang seperti ini :
Haruskah kami membalas dendam?
Kenapa kau selalu menyuruh kami?
Kami lelah
Baiklah kalau itu maumu.
Akan ada kejadian luar biasa malam ini.
Sehingga tersirat bahwa mereka memang merencanakan sesuatu. Bukankah Kristina gadis yang pintar? Tapi sayangnya ia terlalu teledor hingga usahanya sia-sia dan mati tanpa menikmati hasilnya. Dan pada akhirnya Sekretaris Jung yang tidak tau harus seperti apa mendatangi Thompson’s Commodity untuk meminta Rea menjadi presdir dan bekerja sama dengan Lorde.
Sekarang perumahan elit milik Denni Exclusive diberikan kepada Thompson’s Commodity. Tapi bukan berarti Denni Exclusive bangkrut. Perusahaan itu sekarang bergerak di bidang fashion. Bukan fashion biasa tetapi fashion keluarga elit dari desainer kalangan atas.

Kata admin : Maaf ya admin telat posting. Selamat menikmati.^^

Sabtu, 19 November 2016

FF Chanyeol : Music for You Chapter 2



Author : Shin Yoon Ah
Cast : Park Chanyeol, Byeon Baekhyun, Alice Stanbortt
Genre : Romantic
Length : Two Shoot


FF Chanyeol : Music For You Chapter 1



Author : Shin Yoon Ah
Cast : Park Chanyeol, Byeon Baekhyun, Alice Stanbortt
Genre : Romantic
Length : Two Shoot


Park Chanyeol mengemudikan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Hari ini adalah hari dimana akan diadakan meeting besar bersama artis baru di perusahaan tempatnya bekerje, EXO. Keberuntungan, lagu ciptaan Chanyeol merupakan salah satu lagu yang dipilih untuk dimasukkan dlam album baru EXO. Dan bodohnya ia semalam ia merayakan hal itu hingga mabuk d melempar jasnya ke sudut ruangan ketika telah sampai di apartemennya. Pagi ini Chanyeol kebingungan mencari obat yang seharusnya ada di kantung jas tersebut. Chanyeol menderita sebuah penyakit yang disebabkan oleh kerusakan sel otaknya. Rasa sakit akan membunuhnya jika ia lupa untuk meminum obat. Beruntung obatnya ditemukan di bawah lemari.
Gedung SM Entertainment tinggal beberapa blok di depannya. Chanyeol menambah kecepatan mobilnya bersamaan dengan seorang gadis memungut barangnya di tengah jalan yang akan dilalui Chanyeol. Brakk!! Chanyeol segera keluar dari mobilnya. Jalanan masih sangat sepi sehingga kecelakaan tersebut tidak diketahui siapapun.
“Omo...Mobilku!” Chanyeol melihat bamper depan mobilnya lecet.
“Hya.. Agasshi ireona! Mobilku lecet karena berat tubuhmu.” Chanyeol berkacak pinggang di sebelah tubuh yeoja yang tergeletak miring nyaris tengkurap membelakangi Chanyeol.
“Agasshi?!”Chanyeol memutar tubuh yeoja itu hingga menghadapnya.
Setelah melihat wajah di pangkuannya Chanyeol sempat terpesona. Bukan wajah Gadis Asia. Wajah itu sangat cantik meskipun separuhnya berlumuran darah. Darah! Saat itulah Chanyeol baru menyadarai wajah yeoja itu bersimbah darah bahkan hingga megenai tangan Chanyeol.
Tanpa pikir panjang Chanyeol segera mengangkat yeoja itu ke dalam mobilnya. Yang terpikir oleh Chanyeol saat itu hanyalah menyelamatkan wanita secantik malaikat itu. Chanyeol melupakan meeting dan lecet di mobilnya. Sesampainya yeoja itu sampai di tangan perawat dan dokter, Chanyeol baru mengingat meeting pentingnya. Segera ia mengambil ponsel dan menghubungi Baekhyun, rekannya.
“Yeoboseo..Hya!! Neo eodiga?!”Ah..suara itu berderit di telinga Chanyeol.
“Mianhae, Baekhyun-ah. Aku di rumah sakit.”
“Mwo?? Neo waere?! Gwanchanayeo?”
“Eoh. Aku menabrak seseorang. Sekarang ia berada di UGD.”
“Mwo?! Hya Pabo-ya!! Bagaimana bisa?!” Suara berisik itu terdengar semakin khawatir.
“Aku terburu-buru untuk meeting besar itu, kemudian.. Omo! Meetingnya.. Bagaimana meetingnya?”
“Cancel. Lee Soo Man Aboji berhalangan hadir. Urulah orang yang kau lukai itu. Aku akan mengurus kantor untukmu.” Baekhyun berusaha lebih tenang untuk menenangkan Chanyeol.
“Gomawo, Baekhyun-ah.” Chanyeol mematikan telepon bersamaan dengan dokter yang merawat korbannya keluar.
“Anda walinya?” Tanya dokter tersebut.
“Ne. Bagaimana dia?” Chanyeol sangat gugup.
“Tadinya, terjadi pendarahan hebat. Sekarang, nyawanya baik-baik saja. Tetapi... ada tanda-tanda kebutaan, Pak.”
“Maksud anda?”
“Ada keretakan tulang di beberapa titik. Tapi dalam beberapa bulan bisa kami perbaiki. Tapi, Ada kerusakan juga di bagian matanya. Sulit bagi kami mengembalikan kondisi matanya seperti semula. Saat ini sangat sulit untuk mendapatkan pendonor yang cocok terutama untuk bagian mata.”
“Ahh.. Ne. Gamsahamnida.”
Chanyeol memasuki kamar rawat inap dimana yeoja yang merupakan korbannya telah dipindahkan. Chanyeol duduk di kursi di samping yeoja itu. Chanyeol mengamati tubuh kaku di hadapannya. Yeoja itu tetap terlihat cantik meskipun mata dan sebagian wajahnya tertutup perban. Chanyeol berniat menyentuh tangan lentik di hadapannya ketika bagian tubuh itu bergerak perlahan yang kemudian disusul gerakan tak beraturan dari tubuh wanita itu. Kejang! Chanyeol segera memanggil dokter yang kemudian menyuruh perawat untuk menyuntikkan sesuatu yang kemudian membuat gerakan di tubuh wanita itu perlahan mereda.
Chanyeol kembali ke posisi semula. Ia melanjutkan niat awalnya untuk menyentuh tangan itu, hingga kemudian tangan lembut itu balas menggenggamnya. Chanyeol nyaris jatuh dari kursinya karena terkejut. Setelah mendapatkan nyawanya yang sempat melompat karena terkejut, Chanyeol menanyakan keadaan yeoja itu.
“Agasshi, gwenchanayeo?”
“Nuguseo? Dengan segera yeoja itu menarik tangannya.
“Chanyeol imnida. Mianhae, Saya tak bermaksud mengejutkan anda. Saya bukan orang jahat. Saya hanya ingin membantu. Karena anda sudah sadar saya akan memanggil dokter. Changkamalyeo.” Chanyeol berjalan menuju pintu dan berhenti ketika yeoja di belakangnya bersuara.
“Cheogi, setelah itu apa kau akan pergi?” Yeoja itu terdengar ragu.
“Ne?”
“Ani.. aku tidak mengenal siapapun di sini. Kupikir aku belum bisa mengurus diri sendiri.” Rona merah terlihat samar di pipi yeoja itu.
“Ne, eilgaesemnida. Saya akan kembali. Mana mungkin saya meninggalkan anda dalam keadaan seperti ini.” Chanyeol tersenyum dan segera memanggil dokter.
Dokter telah memberitahukan perkembangan keadaan Alice, nama yeoja itu. Hanya saja dokter sengaja tidak memberitahukan kepada Alice mengenai matanya. Setidaknya itulah yang Chanyeol tau. Chanyeol merasa adalah kewajibannya memberikan kabar buruk itu secara langsung kepada Alice. Hanya saja Chanyeol masih belum tau kapan waktunya. Chanyeol tak ingin terlihat jahat di mata Alice. 
“Apa yang anda rasakan sekarang, Alice-shi?” Chanyeol menaruh diri di sebelah ranjang.
“Aku merasa lebih baik. Gomawo Chanyeol-ahh.” Senyum manis Alice terpasang indah di wajah mungilnya.
Suasana sunyi sejenak. Chanyeol kehabisan kata-kata. Ia terlalu terpesona dengan senyum di wajah Alice. Tiba-tiba bibir indah yang sedang dipandangi Chanyeol diam-diam itu bergerak.
“Chanyeol-ahh, bisakah kau menghubungi keluargaku?”
“Tentu. Berikan nomornya kepada saya.” Chanyeol segera mengeluarkan ponselnya.
“Kau bisa menghubungi Mamaku melalui E-Mail.”
“Ne?” Chanyeol tertegun.
“Keluargaku di Amerika. Bukan di Korea Selatan.” Alice tersenyum kecut.
“Ada apa dengan senyum itu?”
“Aku berusaha tinggal jauh dari keluargaku. Aku membenci Papa dan Mama yang selalu merasa aku tak sempurna.” Senyum kecut itu menghilang sama sekali.
“Ohh.. Maafkan saya, Alice-sshi.”
“Hya!! Berapa usiamu? Kenapa kau menggunakan banmal?” Alice kembali tersenyum.
“Ahh mianhae.. Aku hanya merasa canggung.”
“Begitu lebih baik. Bisa kau hubungi keluargaku sekarang?”
Chanyeol telah menemani Alice selama hampir satu minggu. Selama itu pula tak pernah ada mail balasan dari keluarga Alice. Entah karena tak penasaran atau karena telah mengetahuinya, Alice sama sekali tak pernah membahas mengenai mail balasan yang tak pernah ada itu.
“Alice.” Chanyeol menemani Alice yang menunggu perbannya dilepas.
“Mwo?”
“Bagaimana perasaanmu?”
“Aku tak sabar. Aku menunggu saat-saat ini. Geunde, dimana dokternya? Apa kau sudah memanggilnya?” Chanyeol hanya menggeram ringan. Sebenarnya ia belum memanggil dokternya. Ia merasa ini saat yang tepat untuknya mengungkapkan kenyataan.
“Alice, untuk menghilangkan rasa bosanmu, aku akan menyanyikan satu lagu untukmu.” Chanyeol mengambil gitar dan segera menyanyikan lagu Christina Perri – A thousand years. Alice mendengar lagu yang dilantunkan dengan suara bass Chanyeol itu dengan senyum manis.
“Bagaimana? Kau menyukainya?” Chanyeol menaruh gitarnya dan ikut tersenyum melihat senyum Alice.
“Suaramu mendengung.” Alice tertawa terbahak-bahak.
“Hya.. neo jinjja..” Chanyeol mencubit pipi Alice dengan gemas. Dan Alice lebih tergelak lagi. Segera Chanyeol menghentikan canda mereka. Ia harus fokus pada inti masalahnya.
“Alice, aku ingin mengatakan sesuatu.” Chanyeol menggenggam tangan Alice lembut.
“Eoh. Mwoya? Kenapa tanganmu dingin?” Alice terlihat antusias.
“Aku harap kau tak merasa terkejut. Setelah perban di wajahmu terbuka, mungkin kau tak akan bisa melihat seperti semula.”
“Na ara.” Senyum tak hilang dari wajah Alice.
“Neo ara?” Chanyeol melepas genggamannya.
“Eoh. Aku sudah bisa merasakannya. Bahkan di hadapan cahaya pun, saat aku membuka mata aku hanya bisa melihat kegelapan yang teramat sangat di balik perban yang seharusnya cukup transparan untuk cahaya.” Sekali lagi senyum tak luput dari wajah Alice.
“Neo gwenchana?” Chanyeol kembali menggenggam tangan Alice penuh perasaan bersalah dan khawatir.
“Eoh.. Na gwenchana. Aku punya kau untuk menjadi mataku.” Rona merah menghiasi wajah Alice.
“Saranghae, Alice-shi.” Chanyeol setengah berbisik.
“Mwo?” Alice sedikit terkejut.
“Anio. Tunggu aku. Aku akan memanggil ulang dokternya.” Chanyeol segera berlari keluar. Pipinya memerah bersamaan dengan hatinya yang hampir meledak.

Continued in Chapter 2