EXODUS
Author : Shin Yoon Ah
Lenght : Chapter
Genre : Romance, Action
Tuk…tuk…tuk…
Suara langkah sepatu pria bertabrakan dengan lantai
terdengar jelas di Kantor Kepolisian Seoul. Suara itu bergema jelas di
sepanjang lorong karena saat itu masih
terlalu pagi. Tetapi sudah terlalu siang untuk menganggap bahwa itu merupakan
suara hantu. Suho berjalan penuh wibawa sambil membaca catatan kriminal di
tangan kirinya dan menyesap kopi hitam di tangan kanannya.
“Detektif Kim?” Tao keluar dari pintu di sebelah Kim
Joon Myeon.
“Ahh kamjagiya!! Detektif Huang, Kau menggagalkan
aksiku tampak keren di depannya!!” Ucap Suho sambil memukulkan catatan di
tangannya ke bahu Tao. Wajar saja karena Tao jauh lebih tinggi dari Suho.
“Detektif Kim, kau menyukai Nona Yoon? Kau kan tau
aku menyukainya lebih dahulu.” Ucap Tao setelah mengetahui bahwa sasaran Suho
adalah Yoon Seo Yeon, resepsionis yang selalu memikat hatinya.
“Hya!! Siapa yang mengajarimu berkata sekasar itu
pada sunbae-mu?” Suho hampir saja memukul Tao untuk kedua kalinya.
“Ayolah… Kau tau aku bahkan akan memanggilmu Hyung
jika saja kau tak melarangnya dengan alasan bodoh, menghargai Detektif hobae
yang lain. Alasan apa itu?” Tao mencibir.
“Pergi sana! Sebelum aku merebut Nona Yoon darimu.”
Ucap Suho.
“Awas saja jika kau berani melakukannya.” Tao segera
berlari menuju lobi untuk menemui Yoon Seo Yeon. Sementara Suho hanya tersenyum
melihat kelakuan salah satu anggota Tim nya itu.
Sudah beberapa hari ini Suho tak kembali ke asrama
kepolisian. Ia selalu menginap di kantor dan makan di sekitar kantor. Ia tak
pernah jauh-jauh dari kantor karena ia sedang mendalami sebuah kasus mengenai
Penyelundupan Narkoba dan Penjualan Manusia. Sebenarnya dua kasus itu merupakan
kasus yang berbeda. Hanya saja diberikan pada waktu yang hampir bersamaan dan
untuk menyelidikinya pun mereka harus memasuki tempat yang sama. Bar.
Suho telah berada di ruangannya yang berisi 2 meja,
4 kursi, dan ratusan lembar berkas perkara. Suho ingin sekali saja melihat
ruang kerjanya bersih. Namun apalah daya, menjadi Detektif dengan rekor terbaik
di Kepolisian Seoul tidak hanya membawa dampak lain yaitu memiliki ruang
pribadi, tetapi juga memiliki dampak buruk yaitu kesulitan menyimpan berkas
perkara. Apalagi ia ditempatkan bersama seorang Detektif Junior yang sifat
malasnya bahkan melebihi Detektif Senior. Sebenarnya Suho juga tidak membenci
sifat Tao yang apa adanya itu. Bahkan ia menganggap Tao seperti adiknya sendiri
sehingga ia merasa di rumah ketika ia berada di kantor. Terkadang Tao juga
memanggil dirinya dengan sebutan “Hyung” jika mereka sedang tidak berada di
kantor.
Kim Joon Myeon. Nama itu yang tertera jelas di papan
nama kaca di atas mejanya. Bukan merupakan hal yang mudah baginya untuk sampai
di sini. Bahkan hampir saja ayahnya yang merupakan salah seorang chaebol korea
mencoret namanya dari kartu keluarga karena ia lebih memilih menjadi seorang
detektif daripada mewarisi perusahaan besar ayahnya. Beruntung Kim Joo In, adik
perempuan Suho yang sangat mencintai uang itu sama sekali tak menolak
menggantikan kewajiban oppa-nya.
Tak lama berselang, terdengar lagu “Miracle in December”
berkumandang. Suho sibuk mencari sumber suara yang menurutnya asing terdengar
di kantornya hingga kemudian matanya bertabrakan dengan layar ponselnya yang
menyala.
“Dasar Joo In.” Umpat Suho sambil mengambil
ponselnya. Sifat manja dan kekanakan yang dimiliki Kim Joo In sama sekali tak
berkurang bahkan ketika kurang dari 3 tahun lagi ia akan menjadi salah satu
manager di perusahaan ayahnya.
“Yeoboseo..” Ucap Suho sambil menempelkan speaker
ponselnya ke telinga.
“Kenapa kau lama sekali?” Suara yang sangat
dirindukan Suho ketika menginap di luar rumah itu akhirnya ia dengar lagi pagi
ini.
“Mianhe, eomma. Sepertinya Joo In mengganti nada
dering ponselku lagi. Wae eomma?”
“Ahh anak itu. Apa kau sudah sarapan?”
“Ajjik.. Mungkin sebentar lagi. Aku sedang malas
keluar. Tapi nanti aku pasti sarapan.” Rentetan kalimat itu keluar bersama
harapan Suho agar bisa mengurangi resiko Nyonya Kim memarahi Suho.
“Kau ini benar-benar. Karena ini hari Sabtu dan Joo
In libur, ia sedang dalam perjalanan mengantarkan sarapan untukmu. Tunggulah.”
Perkataan Nyonya Kim membuat Suho terkejut.
“Eomma!! Seharusnya kau meneleponku dulu sebelum
menyuruh Joo In kemari.. ahh ini bahkan masih terlalu pagi untuk tukang sapu
taman mulai bekerja. Di luar sangat dingin kenapa eomma malah menyuruh Joo In
kemari?”
“Apa kau pernah menjadi tukang sapu taman? Kenapa
kau bisa tau kapan dia akan bertugas? Joo In benar-benar beruntung memiliki
oppa yang sangat perhatian kepadanya. Tenanglah, Joo In pasti bisa menjaga
diri. Jika ada seseorang yang akan menyakitinya, telinga orang itu akan pecah
terlebih dahulu saat mendengar teriakan Joo In.” Ucap Nyonya Kim sambil
tersenyum.
“Bukan itu eomma. Ia pasti akan mengumpat di
kantorku jika.. eomma? Yeoboseo? Eomma? Kau mematikan teleponnya? Eomma?” Suho
menundukkan kepala frustasi.
“Hyung? Wae Geure?” Ucap Tao sambil menutup pintu di
belakangnya.
“Kau membawa earphone?” Tao adalah harapan bagi
Suho.
“Eoh. Wae? Kau mau memakainya?” Tao segera berlari
ke mejanya dan mengacak-acak lacinya. Setelah menyadari sesuatu ia segera
terdiam dan tersenyum kepada Suho.
“Wae?” Ucap Suho mulai panik.
“Aku baru ingat aku meminjamkannya ke Nona Yoon
kemarin. Mianhe, Hyung. Wae?” Tao menyipitkan matanya.
“Apa aku perlu menjawab?” Suho semakin menundukkan
kepalanya.
“Kim Joo In? Sepagi ini? Jinjja? Hahaha.. apa perlu
aku meminta earphone itu dari Nona Yoon sekarang?” Tao semakin mengeraskan
tawanya yang kemudian berhenti ketika ia mendengar langkah sepatu yang cukup
keras dan cukup ia kenal di luar ruangannya.
“Sepertinya itu tak akan berguna.” Suho tersenyum
masam yang kemudian dilanjutkan oleh tawa khas Tao.
BRAKK!!!!!
“OPPA!!!!” Joo In berteriak dengan separuh
tenaganya. Percayalah, separuh tenaga telah cukup membuat Suho pusing.
“Eoh, Joo In-ah.” Ujar Tao di sebelah Joo In yang
dengan perlahan menutup pintu ruangan Suho yang baru saja terbanting terbuka.
“Neon aniya. Oppa….” Joo In menghambur ke arah Suho.
Suho sempat menjauh karena ia berpikir Joo In akan memukulnya. Tetapi yeoja itu
malah masuk di antara lengan Suho.
“Oppa, chuwo.. Aku berlari karena kedinginan ke sini
dan kau bahkan tak menyiapkan secangkir kopi pun untukku?” Ucap Joo In setelah
merasa hangat di pelukan Suho.
“Joo In-ah, aku yang akan membuatkan kopi special
untukmu.” Ucap Tao halus dan segera meninggalkan ruangan.
“Pantas saja dua bersaudara itu belum memiliki
pasangan. Dengan sikap seperti itu apa yang akan orang lain pikirkan.” Gerutu
Tao di perjalanannya.
“Mianhe. Aku bahkan baru saja mengakhiri telepon
dari ibu. Ini salahmu karena kau mengubah nada deringku lagi aku kesulitan
mengenali telepon masuk ke ponselku.” Suho mengacak pelan puncak kepala Joo In
dan membiarkan yeoja itu duduk di salah satu bangku di depannya.
“Araseo aku akan memperbaikinya.” Joo In segera
meraih ponsel Suho di atas meja.
“Aish… mulai besok.. anii.. nanti aku akan memasang
kata sandi yang sangat sulit sehingga kau tak akan bisa membukanya.”
Semua mengalir begitu saja bagi mereka. Memang benar
kata Tao bahwa sikap saling menyayangi antara Suho dan Joo In yang membuat
kakak beradik ini belum memiliki pasangan. Jika Suho dekat dengan seseorang,
maka Joo In akan selalu penasaran dengan yeoja itu. Setelah yeoja itu bertemu
dengan Joo In mereka semua dengan segera mengibarkan bendera putih. Bukan
karena Joo In yang selalu memandang mereka dengan wajah iblis. Kebanyakan dari
mereka mengundurkan diri karena terlalu rendah diri jika dibandingkan dengan
Joo In. Mereka juga akan merasa iri dengan kedekatan hubungan Suho dan Joo In.
Berbeda cerita dengan Joo In. Suho tak terlalu
menggubris dengan siapa Joo In menjalin hubungan. Asalkan Joo In bahagia,
siapapun itu Suho pasti akan menyukainya juga. Hanya saja Joo In memberikan
patokan bahwa namcin-nya minimal harus seperti Suho. Bukan hanya lebih tinggi
dan lebih tampan. Tetapi namja itu harus lebih mapan, lebih perhatian, lebih
menyayangi Joo In, dan hal mustahil lain. Mana mungkin ada lelaki yang 100%
melebihi Suho yang telah dicap sebagai menantu idaman bagi kebanyakan ibu,
kekasih idaman bagi kebanyakan wanita, dan saingan terberat bagi semua lelaki.
Meskipun tak memiliki kekasih, keduanya tetap
bahagia karena ketika mereka memiliki satu sama lain, semuanya selain keluarga
serasa tak penting. Suho yang membuat Nyonya Kim tidak terlalu keras mendidik
Joo In menjadi wanita mandiri. Sedangkan berkat Joo In lah Suho masih bertahan
di keluarga Kim dan masih mendapat kasih sayang yang sama seperti dulu.
“Jangan pulang seorang diri. Aku akan mengantarmu.”
Ucap Suho ketika ia telah selesai sarapan bersama Joo In dan Tao.
“Eoh.” Jawab Joo In. Baru saja Suho akan mengenakan
jaketnya, salah seorang anggota Kepolisian Seoul memasuki ruangannya dengan
tergesa-gesa.
“Maaf mengganggu waktu anda, Detektif Kim. Kami
telah menemukan markas sementara para pengedar itu dan telah melaporkannya ke
kejaksaan seperti yang anda inginkan. Tetapi pihak kejaksaan menginginkan
kepastian dan kami harap anda bisa turut bersama kami mengingat ini adalah
kasus anda.” Ucap polisi itu kemudian.
“Aku bisa pulang sendiri, Oppa.” Joo In menenangkan.
“Ania. Aku akan mengantarmu dan segera menuju TKP.”
Ucap Suho setelah menyuruh polisi itu meninggalkan ruangan.
“Andwe. Aku saja yang mengantarnya. Kau adalah
detektif utama dalam kasus ini. Dan lagi kemampuan mengemudiku lebih baik
darimu, Hyung.” Tao menaikkan sebelah alisnya.
“Araseo. Aku titip Joo In. Aku pergi.” Ucap Suho
setelah berpikir beberapa saat dan mencium kening Joo In.
“Kita berangkat sekarang?” Tao segera mempersilahkan
Joo In untuk keluar terlebih dahulu. Suasananya menjadi sedikit canggung di
antara mereka.
Ketika menuruni tangga dan sampai di lantai satu,
Tao menarik tangan Joo In agar yeoja itu berjalan lebih cepat mengingat saat
itu Tao juga sedang dikejar waktu. Mereka keluar menuju tempat parkir dengan
tangan masih saling tertaut. Tao bahkan melewati Seo Yeon tanpa menyapanya. Seo
Yeon merasa sedikit aneh apalagi Tao mengenggam tangan wanita yang lebih cantik
darinya. Hal itu membuatnya merasa tak suka.
“Detektif Huang?!” Seru Seo Yeon.
“Eoh. Annyeong Nona Yoon. Maaf aku terburu-buru.
Kita mengobrol nanti. Aku harus mengantar Nona Joo In.” Tao dan Joo In
membungkuk sekilas dan meninggalkan Seo Yeon dengan wajah muram.
“Joo In? Dia bahkan memanggilnya dengan nama
belakangnya. Sementara aku, Nona Yoon? Apa itu? Ahh dasar. Kenapa wanita itu
cantik sekali?” Seo Yeon membanting buku tamu dan bolpointnya ke meja.
Suho berlari secepat mungkin setelah ia keluar dari
mobilnya menyusul anggota kepolisian yang lain. Ia baru saja mendapat kabar
dari Tao bahwa ia telah mengantar Joo In dengan selamat dan sekarang sedang
dalam perjalanan ke sini. Tak heran Tao bisa mengurangi waktu tempuh Suho yang
biasanya 30 menit sampai di rumah menjadi 15 menit. Sebelum menjadi seorang
detektif, di masa kuliahnya ia selalu pergi dari asrama untuk mengikuti balap
mobil liar. Skill nya tak diragukan lagi.
Suho menaiki gedung berlantai 20 itu. Lantai 18
kamar nomor 71 adalah tujuannya. Ini merupakan rumah susun tua yang penuh
dihuni penyewa. Sehingga para polisi dan detektif harus super hati-hati agar
tidak jatuh korban sipil. Suho memimpin di depan. Kamar itu telah dikepung.
Suho memberikan kode kepada salah seorang detektif di depannya untuk mendobrak
pintu sementara ia dalam kondisi siaga.
BRAKK!!!
Pintu itu terjatuh seketika dan anggota kepolisian
berhamburan masuk ke dalam ruangan. Mereka berpencar untuk mencari setidaknya
satu nyawa atau beberapa barang bukti. Namun tak ada yang tersisa. Suho sendiri
berusaha mencari di sebuah ruangan yang terlihat seperti kamar. Ada sebuah
ranjang, sebuah meja belajar lengkap dengan kursinya, dan sebuah lemari
pakaian. Suho menarik menendang kursi yang telah jungkir balik itu untuk
memberinya akses jalan. Perlahan, ia mengintip ke kolong ranjang, tetapi ia tak
menemukan apapun selain debu yang di atasnya terdapat jejak benda berat yang
digeser. Ia mengikuti jejak tersebut yang kemudian menghilang di depan lemari. Suho
tak bisa melihat dengan jelas karena pencahayaan kamar yang terlalu remang,
tetapi ia yakin lemari seperti ini memiliki ruangan tanpa sekat di dalamnya. Suho
memiliki satu yang seperti itu di rumah.
Suho terdiam beberapa saat sambil tersenyum. Rumah. Aku
sangat merindukan tempat itu. Kasus ini sebentar lagi selesai dan dia bisa
pulang ke rumah lagi. Itu adalah hal yang berputar-putar di otak suho. Suho terlalu
sibuk dengan dirinya sendiri hingga ia lupa untuk membuka lemari dan langsung
ke luar kamar.
“Apa kalian menemukan sesuatu?” Ucap Suho kepada
para polisi.
“Tidak sama sekali. Sepertinya penggerebekan kita
kali ini telah bocor.” Pemimpin mereka menimpali.
“Maaf aku baru sampai.” Ucap Tao di telinga Suho dan
memberikan kunci mobil kepadanya.
“Sudah kau antar?” Bisik Suho kemudian.
“Aman dan utuh.” Tao tertawa pelan.
“Bagaimana? Berapa orang yang tertangkap?” Tao
mengeraskan suaranya.
“Tak ada sama sekali. Sepertinya penggerebekan ini
bocor dan mereka segera pergi setelah mendengarnya.” Ekspresi muram dam kecewa
menghiasi wajah putih Suho.
“Apa tak ada bukti yang tercecer?” Tao berkata
sambil mengelilingi ruangan.
“Maksudmu?” Suho mengangkat wajahnya yang sempat
tertunduk.
“Aku sering melihatnya di drama.” Jawaban Tao
membuat beberapa orang polisi di ruangan itu menahan tawa.
“Aku serius. Ayolah.. orang yang terburu-buru pasti
akan melupakan sesuatu kan?” Tao menjelaskan tetapi raut tertawa mereka
terlihat semakin jelas.
“Tolong teliti ulang semua ruangan.” Ucap Suho
kemudian. “Berhentilah bercanda Tao-ya.”
“Ahh terserah saja apa katamu.” Tao segera menuju
ruangan di belakang Suho agar Suho tak bisa melihatnya sedikit menghentakkan
kaki karena sebal.
“Jangan menangis di sana!” Teriak Suho dari luar
ruangan.
“Aku tak menangis. Aku hanya memeriksa.” Suho
membalas tak kalah keras sambil menendang ranjang untuk melampiaskan
kekesalannya.
“Aku sudah memeriksanya. Hahaha.. apa kau marah?”
Ucap Suho sambil menyusul Tao segera setelah Tao tak segera menjawab
candaannya.
“Apa yang kau lakukan? Kau menendang aset milik
orang lain untuk melampiaskan amarahmu?” Suho memarahi Tao sambil menahan tawa.
Tao kini berjongkok di dekat ranjang membelakanginya.
“Berhentilah bercanda, Hyung. Aku menemukan jejak
ini.” Tao sedikit menyingkir dan menunjuk bekas debu di lantai.
“Aku tau. Aku sudah melihatnya. Itu mengarah ke
sana.” Suho menunjuk lemari dengan senter kecil yang bergantung di kunci
mobilnya.
“Tunggu, Hyung! Arahkan sentermu ke tempat yang
sama.” Tao mendadak berdiri.
“Wae?” Suho heran tetapi kemudian menurut saja.
“Lihat? Orang yang terburu-buru akan melupakan
sesuatu. Kau sudah mengeceknya? Apa kau tadi melihat ini? Kau benar-benar tidak
teliti.” Tao tersenyum puas. Tangannya bergerak menuju batang kayu yang
dipasang mengilang pada pegangan lemari sepertinya digunakan untuk mengunci
sesuatu.
“Tunggu! Kecerobohanmu bisa melukai dirimu sendiri
Tuan Teliti.” Suho mengeluarkan pistolnya dan memberikan benda itu kepada Tao. Ia
mendorong Tao yang memasang posisi siaga sedikit ke belakang sehingga ia bisa
membuka lemari dengan leluasa dan penuh perlindungan.
Suho belajar banyak dari lemari di rumahnya. Pintu lemari
ini mudah dibuka dan ditutup hanya dengan sedikit dorongan atau tarikan. Suho
mengganjal pintu lemari dengan sebelah lututnya kemudian menarik kayu pengunci
itu kemudian membuangnya ke belakang dan membiarkan pintu lemari sedikit
terbuka. Suho mendekatkan wajah dan telinganya ke pintu lemari. Matanya melihat
dengan seksama keadaan dalam lemari. Semakin gelap ruangan, semakin mudah Suho
melihat lampu yang mungkin ada di bom. Tak ada apapun. Gelap. Suho tak
kehilangan akal. Dengan kunci mobilnya ia menjelajahi bagian dalam pintu lemari
sembari mengingat struktur lemari di rumahnya. Sama persis, tak ada tambahan
sama sekali. Aman.
“Hyung, apa yang ada di dalam sana?” Tao tak sabar.
“Diamlah. Lebih baik kau mencari bantuan, apapun
yang ada di dalam sana beratnya hampir sama dengan Joo In.” Suho berusaha
menjaga posisi pintu agar tak terbuka terlalu lebar.
“Psssttt… Hei kau.. kemarilah.” Tao memberikan kode
kepada salah seorang polisi yang sedang mengambil foto TKP untuk mendekat.
“Siap menerima tugas, Detektif Huang.” Ucap polisi
tersebut setelah memberikan penghormatan.
“Siapkan masing-masing 2 polisi untuk setiap akses
masuk dan keluar, termasuk jendela. Selain itu, lindungi aku.” Ucap Suho secara
cepat. Setelah mengiyakan, polisi tersebut segera keluar ruangan.
“Tao-ya, aku sudah memastikan tak ada bom di pintu
ini. Sekarang kita bertukar posisi. Kau buka pintu ini ke arah samping dan aku
akan menangkap apapun itu yang ada di dalam.” Suho memberikan instruksi kepada
Tao hingga saat para polisi siap, mereka telah berada di posisi yang
tepat dan leluasa. Tao memberikan instruksi visual kepada semua
yang ada di ruangan itu yang artinya “dalam hitungan ketiga”. Satu… Dua… Tiga…
To be Continued
Tidak ada komentar:
Posting Komentar