Senin, 13 November 2017

Cerpen Indonesia : Nothing Better Chapter 1



Nothing Better
Author : Shin Yoon Ah
Cover : Shin Yoon Ah
Lenght : Chapter
Genre : Romance


“Riyan!! Suara halus seorang wanita terdengar samar-samar di telinga Andriyan Ananta. Segera lelaki berusia 22 tahun yang merupakan mahasiswa tingkat akhir jurusan kedokteran itu menoleh untuk memastikan sang pemilik suara. Benar saja, gadis itu Johanna Risma Subroto.
Johanna merupakan anak gadis tunggal dari seorang pengusaha kaya di kotanya. Sebagai anak gadis tunggal, sudah dapat dipastikan sifat manja dan egois melekat erat pada dirinya. Namun entah mengapa lelaki bernama Andriyan Ananta itu masih saja mencintai gadis itu. Menjadi putra seorang konglomerat sekaligus pejabat tidak membuat jalan hidupnya mulus seperti dalam drama. Ia harus hidup sesederhana mungkin karena ayahnya sangat membenci sifat foya-foya untuk anak lelaki. Sedangkan istrinya sendiri merupakan ibu-ibu sosialita yang sangat mencintai anak dan keluarganya.
Dengan napas yang memburu, Johanna sampai di sebelah Riyan dengan bibir manyun dan ekspresi sebalnya. Kenapa kau jahat sekali? Pacar macam apa kau ini?! Bentak Johanna.
Apa yang kulakukan? Aku kan hanya diam menunggumu di sini. Riyan melingkarkan tangannya ke bahu Johanna dan mencium keningnya.
Itulah yang kumaksudkan. Kau membiarkan gadis yang mengenakan sepatu bertumit tinggi berlari ke arahmu, sedangkan kau mematung sambil tersenyum seperti orang gila. Johanna mulai mengomel panjang.
Ahhh... maafkan aku, Jo. Apa kakimu sakit? Tanya Riyan sambil memandang kaki Johanna yang terbalut rok mini putih.
Apa yang kau lihat? Dasar mesum! Johanna memukul punggung Riyan.
Hahaha... Kemarilah, aku akan menggendongmu ke mobil. Riyan segera menyerahkan jaketnya kepada Johanna dan membiarkan gadis itu naik ke punggungnya.
Begitulah kehidupan mereka sehari-hari di kampus. Dua tokoh itu merupakan bunga kampus karena paras mereka dan merupakan icon jurusan karena kecerdasan mereka. Bukan hanya mahasiswa satu fakultas yang mengenal nama mereka. Bahkan fakultas lain juga mendengar nama mereka. Tahun pertama mereka penuh dengan ungkapan cinta di loker kampus. Bahkan hal itu masih berlanjut hingga sekarang. Hanya saja pelakunya bukan lagi kakak tingkat melainkan mahasiswa baru. Namun mereka seketika menyesal setelah mengetahui bahwa orang yang mereka kirimi surat cinta telah memiliki kekasih yang sepadan. Beginilah kira-kira ekspresi mereka :
Aku baru saja menaruh surat cinta di loker Kak Andriyan.Ucap mahasiswa A sambil tersenyum.
Apa kau bodoh? Dia sudah memiliki kekasih. Jawab mahasiswa B dengan wajah khawatir.
Oh ya? Tenang saja, aku merasa sangat percaya diri dengan wajahku. Masih ada kemungkinan dia putus dengan pacarnya kan? Mereka kan bukannya menikah. Ucap gadis itu penuh percaya diri.
Apa kau tau siapa sainganmu? Senior Johanna.” Ucap mahasiswa B sambil mengarahkan wajah temannya ke salah seorang senior tercantik dan termodis yang sedang memberikan hukuman kepada mahasiswa baru dengan garangnya.
“Sepertinya kepalaku baru saja terbentur dan aku lupa ingatan.” Mahasiswa A segera berlari kembali ke loker Riyan untuk mengambil suratnya kembali.
Semua orang tau bagaimana sikap gadis berambut panjang itu. Sombong, manja, dan egois. Latar belakangnya juga merupakan momok tersendiri bagi saingannya. Semua lelaki memujanya dan semua perempuan menghindarinya. Ia tidak memiliki satupun teman. Berbanding terbalik dengan kekasihnya, Riyan merupakan lelaki yang ramah dan baik hati. Sifat dan wajah tampannya membuatnya memiliki banyak teman bahkan banyak dikagumi wanita. Namun hanya satu gadis yang memikat hatinya. Yaitu Johanna.
“Jo, apa kau tak ingin pergi ke suatu tempat?”Ucap Riyan ketika mereka sedang duduk bersama di beranda kamar Riyan.
“No.” Jawab Johanna singkat.
“Tapi kita sudah di sini sejak 2 jam yang lalu dan kau hanya diam saja.” Riyan membelai lembut kepala Johanna yang bersandar di bahunya.
“Apa kau keberatan?” Tanya gadis itu mengangkat kepalanya dan memandang mata Riyan dalam.
“Bukan itu maksudku... hanya saja...” Riyan kebingungan menjawab.
“Jhony pulang.” Johanna memotong perkataan Riyan dan membuat lelaki itu menampakkan ekspresi terkejut.
“Apa dia melakukan sesuatu padamu?” Riyan menyentuh lembut pipi Johanna.
“Aku tak tau.” Johanna memalingkan wajahnya.
“Apa maksudmu kau tak tau? Kapan dia pulang?” Tanya Riyan semakin khawatir.
“Pagi ini saat aku terbangun, ia sudah duduk di meja rias kamarku.” Johanna membalikkan badannya dan memandang lurus ke langit senja yang mulai menggelap.
“Bagaimana dengan orang tuamu? Mereka tak pulang bersama Jhony?” Sudah dapat dipastikan bahwa kekhawatiran telah membuncah di hati Riyan.
“Tidak. Aku curiga Riyan melakukan sesuatu yang buruk kepada mereka. Mama dan Papa pergi ke Amerika untuk menyembuhkan penyakit Schizotypal Jhony. Ia tak mungkin membiarkan Jhony kembali ke Indonesia sendiri.” Kecemasan yang tersembunyi di balik wajah dingin Johanna samar-samar mulai terlihat.
“Ekspresi apa itu? Semuanya akan baik-baik saja.” Riyan merengkuh pundak Johanna hingga membuat wajah gadis itu ke depan.
“Aku tak ingin pulang.”Ucap Johanna menundukkan wajahnya hingga tak terlihat dari sisi Riyan. Ia tak ingin ada orang lain yang melihatnya menangis, dan Riyan tau akan hal itu.
“Baiklah... Kau bisa tidur di kamar tamu. Aku akan bilang ke Bunda. Tapi kupikir Jhony itu seorang psikopat.” Mata Riyan menerawang ke depan.
“Ia Schizotypal.” Johanna mulai membersihkan sisa-sisa air matanya.
“Bukankah itu sama?” Riyan tetap tak memandang Johanna.
“Bodoh!!” Johanna memukul pelan pundak Riyan.
Jhony adalah saudara kembar Johanna. Sayangnya ia menderita salah satu gangguan kejiwaan yang disebut Scizophytal dimana ia memiliki gangguan pola pikir. Ia sangat sensitif dengan keberadaan orang lain. Ia pernah hampir membunuh pengasuhnya saat berusia 10 tahun. Sejak saat itulah ia mendapat perawatan di Amerika. Nyonya Subroto selalu berada di sana sedangkan Tuan Subroto bolak-balik Amerika-Indonesia untuk menjaga keluarganya. Johanna tinggal di Indonesia bersama seorang pengasuh, beberapa asisten rumah tangga dan pengawal.
Tuan Subroto tak ingin membiarkan Johanna sendirian. Ia tau lebih baik dari siapapun apa yang membuat anak lelakinya mengalami gangguan jiwa. Jhony sudah menyukai Johanna sejak lama. Namun fakta bahwa ia tidak bisa berpacaran atau menikah dengan saudara baru diketahuinya saat usia 9 tahun membuatnya mengalami sakit hati yang teramat sangat. Ditambah lagi perlakuan kembarannya yang seolah memandangnya rendah dan menjijikkan membuatnya semakin merasa kotor dan selalu menyendiri.
Sampai puncaknya adalah ketika si pengasuh menyuruh Jhony mandi usai bermain lumpur di halaman (lebih tepatnya membunuh cacing dan menguburnya lagi). Jhony merasa si pengasuh mengatainya kotor seperti cara orang yang ia anggap kekasihnya memandangnya. Ia segera mengambil pisau terdekat dan menusukkannya ke arah si pengasuh, namun hanya mengenai perutnya.
Karena itulah rumah mewah kediaman keluarga Subroto yang biasanya banyak pekerja berlalu lalang kini sunyi senyap. Tak ada pergerakan apapun kecuali dari beberapa penjaga lelaki yang sengaja diperketat karena kedatangan Jhony tanpa Tuan dan Nyonya Subroto. Semua pegawai wanita diliburkan atas perintah Johanna. Beruntung juru masak mereka adalah seorang lelaki.
PRAKKK!!!!!! Terdengar suara kaca pecah dari lantai atas. Disusul suara lelaki meneriakkan nama Johanna. Semua orang di rumah itu tau siapa pelakunya. Tuan muda mereka sudah uring-uringan sejak tadi pagi ketika Johanna menamparnya dengan keras setelah ia memaksa mencium bibir gadis itu sebelum berangkat ke kampus. Sejak itu tak ada kabar sama sekali dari Johanna.
Yang dicari saat ini sedang membaringkan tubuhnya di kasur empuk dengan seprei putih bermotif seperti kesukaannya. Di sebelah ranjangnya, Riyan duduk sambil membaca sebuah novel tebal. Mata Johanna tak bisa lepas dari wajah kekasihnya yang tengah fokus ke benda tebal itu.
“Berhenti memandangiku dan tidurlah!” Ucap Riyan tanpa memalingkan wajahnya dari buku mengejutkan Johanna.
“Aku tidak memandangimu.” Johanna segera memutar tubuhnya membelakangi Riyan. Beberapa saat kemudian gadis itu sudah terlihat mengelurkan napas teratur. Riyan segera turun dari ranjang dan menutupi badan Johanna hingga leher dengan selimut karena saat ini gadis itu hanya mengenakan pakaian tidur tipis milik Riyan yang sangat kebesaran di badan mungil Johana.
Riyan segera berjalan meninggalkan kamar sebelum hormon menguasai dirinya. Namun matanya menabrak sesuatu yang sangat menggangu. Ada tumpukan pakaian dan tas di ujung ruangan. Ia segera membereskan baju gadis itu agar tak kusut besok saat digunakan. Rencananya mereka akan pulang untuk ganti baju dan segera menuju kampus lagi. Ia tak ingin pengasuh Johanna yang sangat mencintai gadis itu berpikir macam-macam jika melihat baju Johanna kusut saat pulang bersama Riyan.
Malam itu begitu kelam bagi mereka. Seorang saudarakembar bisa menjadi tantangan terberat dalam hubungan mereka. Bahkan Riyan sendiri mungkin akan merasa kewalahan jika harus berhadapan langsung dengan seorang psikopat seperti Jhony Rhama Subroto. Ia sendiri belum pernah bertemu dengan calon kakak iparnya itu. Ia hanya mendengar semua kisahnya dari Johanna.
Suasana kelam itu berlanjut hingga pagi datang. Mereka sengaja bangun pagi-pagi sekali agar terhindar dari Jhony saat sampai di kediaman Subroto. Tak ada yang menampakkan wajah bahagia pagi itu. Rasa-rasanya semua kabar yang datang merupakan kabar buruk.
“Jo, apa kau ingin Ayah menemanimu?” Tanya Nyonya Febrian.
“Tidak, Bunda. Terima kasih. Aku yakin Riyan dan aku dapat mengatasinya sendiri. Lagipula ini masih sangat pagi. Kami yakin Jhony belum terbangun.” Johanna berusaha tersenyum untuk meredakan kekhawatiran di hati Nyonya Febrian.
“Apa kau sudah siap? Ayo berangkat!” Riyan segera menarik tangan Johanna setelah berpamitan dengan Ayah dan Bundanya sebelum Johanna semakin tidak nyaman dengan perhatian yang berlebihan itu.
Jalanan masih sepi, Riyan melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang. Tak ada yang satupun suara terdengar selain deru mobil yang lembut. Johanna tenggelam dalam pikirannya sendiri sedangkan Riyan bingung bagaimana untuk memulai percakapan. Ia lebih memilih untuk fokus di jalanan yang agak berkabut itu. Semalam hujan cukup deras dan baru berhenti subuh tadi.
Tak lama, terdengar isak tangis tertahan yang sempat mengejutkan Riyan. Ia menoleh ke arah kekasihnya yang saat ini memandang keluar jendela yang mengembun karena cuaca dingin dengan bahu yang sedikit terguncang. Riyan segera menghidupkan musik dengn suara yang cukup keras.
“Daritadi kau hanya diam saja. Ini sedikit canggung.” Ucap Riyan berbohong.
Riyan beberapa kali melihat Johanna dari sudut matanya. Lama kelamaan gadis itu terlihat kesusahan mengusap air mata. Riyan segera mengambil tishu dari dashboard mobil lalu melemparnya bersama selembar selimut ke pangkuan Johanna.
“Jangan bersandar ke jendela yang basah. Bersihkan dulu uapnya dengan tishu itu. Kau bisa tidur sambil menyelimuti dirimu dengan selimut ini.” Ucap Riyan sambil tetap memperhatikan jalanan.

Sekitar lima belas menit kemudian mereka telah sampai di sebuah rumah bergaya eropa dengan halaman yang sangat luas dan dipenuhi penjaga di sana-sini. Riyan sudah berkali-kali ke rumah itu, namun baru kali ini ia melihat penjaga sebanyak itu sepagi ini. Ia memasukkan mobilnya dengan kecepatan yang sangat rendah. Setelah mereka sampai di depan pintu, seorang penjaga mendekati mereka.
“Anda baru pulang, Nona?” Ucap penjaga itu.
“Apa yang sedang Jhony lakukan?” Tanya Johanna berusaha menyembunyikan suaranya yang gemetar yang hanya disadari oleh Riyan dengan wajah dingin seperti ia biasanya.
“Kami belum melihatnya keluar dari kamar. Kami akan mengantar anda masuk.” Ucap penjaga itu sambil memberi kode kepada beberapa penjaga lain untuk mendekat dan membuka pintu mobil.
Seperti dalam drama, Johanna masuk sambil menggandeng tangan Riyan. Di belakang mereka ada dua orang penjaga yang sangat gagah. Sedangkan di depan mereka adalah penjaga yang menghampiri mereka tadi. Riyan membiarkan Johanna meremas tangannya meskipun kuku-kuku cantik Johanna menusuk tajam ke telapak tangan Riyan. Ia tahu Johanna sangat ketakutan pagi itu. Bahkan Johanna tak melepaskan genggamannya ketika sampai di pintu kamar.
“Kau bisa masuk denganku.” Ucap Johanna ketika Riyan hendak melepas tangannya.
“Tidak. Aku akan di sini menjagamu juga.”Riyan bersikukuh tetap di luar. Entah kenapa ia memiliki firasat buruk untuk masuk bersama Johanna.
“Bagaimana jika terjadi sesuatu di luar? Kau bisa menjagamu di dalam juga.” Johanna bersikukuh membawa Riyan masuk.
“Tidak akan terjadi apapun. Di sini banyak orang kepercayaan Papamu, Jo. Mereka pasti yang terbaik dari yang terbaik.” Riyan meyakinkan Johanna.
Setelah berdebatan panjang, Johanna akhirnya menyerah dan membiarkan Riyan tetap tinggal di rumah. Riyan yang pada dasarnya merupakan orang yang mudah bergaul berusaha mencari topik pembicaraan dengan para penjaga itu. Ia tau setidaknya akan memakan waktu 30 menit bagi Johanna untuk berganti baju dan berkemas untuk beberapa hari ke depan.
Tak lama setelah Johanna masuk ke kamar, terdengar teriakan dari lantai bawah. Tentunya teriakan laki-laki karena satu-satunya wanita di rumah itu saat ini adalah Johanna, dan ia sekarang sedang ada di kamarnya. Refleks semua orang turun ke lantai bawah mendekati sumber suara.

Di dapur mewah itu, terdapat seorang lelaki dengan wajah nyaris sempurna sedang memegang pisau berhadapan dengan seorang lelaki berbaju putih dengan ekspresi wajah ketakutan. Ketika didekati, di baju lelaki tampan itu terdapat bercak darah yang sangat banyak. Siapapun yang melihatnya seketika mual dan menampakkan sekilas ekspresi ketakutan atau terkejut. Tak terkecuali Riyan yang saat itu berdiri paling depan. Namun lelaki itu sama sekali tak merubah ekspresi dinginnya. Melihat ekspresi itu lebih dalam, Riyan teringat sebuah wajah yang nyaris sama persis. Wajah Johanna.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar