Sabtu, 19 November 2016

FF Chanyeol : Music For You Chapter 1



Author : Shin Yoon Ah
Cast : Park Chanyeol, Byeon Baekhyun, Alice Stanbortt
Genre : Romantic
Length : Two Shoot


Park Chanyeol mengemudikan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Hari ini adalah hari dimana akan diadakan meeting besar bersama artis baru di perusahaan tempatnya bekerje, EXO. Keberuntungan, lagu ciptaan Chanyeol merupakan salah satu lagu yang dipilih untuk dimasukkan dlam album baru EXO. Dan bodohnya ia semalam ia merayakan hal itu hingga mabuk d melempar jasnya ke sudut ruangan ketika telah sampai di apartemennya. Pagi ini Chanyeol kebingungan mencari obat yang seharusnya ada di kantung jas tersebut. Chanyeol menderita sebuah penyakit yang disebabkan oleh kerusakan sel otaknya. Rasa sakit akan membunuhnya jika ia lupa untuk meminum obat. Beruntung obatnya ditemukan di bawah lemari.
Gedung SM Entertainment tinggal beberapa blok di depannya. Chanyeol menambah kecepatan mobilnya bersamaan dengan seorang gadis memungut barangnya di tengah jalan yang akan dilalui Chanyeol. Brakk!! Chanyeol segera keluar dari mobilnya. Jalanan masih sangat sepi sehingga kecelakaan tersebut tidak diketahui siapapun.
“Omo...Mobilku!” Chanyeol melihat bamper depan mobilnya lecet.
“Hya.. Agasshi ireona! Mobilku lecet karena berat tubuhmu.” Chanyeol berkacak pinggang di sebelah tubuh yeoja yang tergeletak miring nyaris tengkurap membelakangi Chanyeol.
“Agasshi?!”Chanyeol memutar tubuh yeoja itu hingga menghadapnya.
Setelah melihat wajah di pangkuannya Chanyeol sempat terpesona. Bukan wajah Gadis Asia. Wajah itu sangat cantik meskipun separuhnya berlumuran darah. Darah! Saat itulah Chanyeol baru menyadarai wajah yeoja itu bersimbah darah bahkan hingga megenai tangan Chanyeol.
Tanpa pikir panjang Chanyeol segera mengangkat yeoja itu ke dalam mobilnya. Yang terpikir oleh Chanyeol saat itu hanyalah menyelamatkan wanita secantik malaikat itu. Chanyeol melupakan meeting dan lecet di mobilnya. Sesampainya yeoja itu sampai di tangan perawat dan dokter, Chanyeol baru mengingat meeting pentingnya. Segera ia mengambil ponsel dan menghubungi Baekhyun, rekannya.
“Yeoboseo..Hya!! Neo eodiga?!”Ah..suara itu berderit di telinga Chanyeol.
“Mianhae, Baekhyun-ah. Aku di rumah sakit.”
“Mwo?? Neo waere?! Gwanchanayeo?”
“Eoh. Aku menabrak seseorang. Sekarang ia berada di UGD.”
“Mwo?! Hya Pabo-ya!! Bagaimana bisa?!” Suara berisik itu terdengar semakin khawatir.
“Aku terburu-buru untuk meeting besar itu, kemudian.. Omo! Meetingnya.. Bagaimana meetingnya?”
“Cancel. Lee Soo Man Aboji berhalangan hadir. Urulah orang yang kau lukai itu. Aku akan mengurus kantor untukmu.” Baekhyun berusaha lebih tenang untuk menenangkan Chanyeol.
“Gomawo, Baekhyun-ah.” Chanyeol mematikan telepon bersamaan dengan dokter yang merawat korbannya keluar.
“Anda walinya?” Tanya dokter tersebut.
“Ne. Bagaimana dia?” Chanyeol sangat gugup.
“Tadinya, terjadi pendarahan hebat. Sekarang, nyawanya baik-baik saja. Tetapi... ada tanda-tanda kebutaan, Pak.”
“Maksud anda?”
“Ada keretakan tulang di beberapa titik. Tapi dalam beberapa bulan bisa kami perbaiki. Tapi, Ada kerusakan juga di bagian matanya. Sulit bagi kami mengembalikan kondisi matanya seperti semula. Saat ini sangat sulit untuk mendapatkan pendonor yang cocok terutama untuk bagian mata.”
“Ahh.. Ne. Gamsahamnida.”
Chanyeol memasuki kamar rawat inap dimana yeoja yang merupakan korbannya telah dipindahkan. Chanyeol duduk di kursi di samping yeoja itu. Chanyeol mengamati tubuh kaku di hadapannya. Yeoja itu tetap terlihat cantik meskipun mata dan sebagian wajahnya tertutup perban. Chanyeol berniat menyentuh tangan lentik di hadapannya ketika bagian tubuh itu bergerak perlahan yang kemudian disusul gerakan tak beraturan dari tubuh wanita itu. Kejang! Chanyeol segera memanggil dokter yang kemudian menyuruh perawat untuk menyuntikkan sesuatu yang kemudian membuat gerakan di tubuh wanita itu perlahan mereda.
Chanyeol kembali ke posisi semula. Ia melanjutkan niat awalnya untuk menyentuh tangan itu, hingga kemudian tangan lembut itu balas menggenggamnya. Chanyeol nyaris jatuh dari kursinya karena terkejut. Setelah mendapatkan nyawanya yang sempat melompat karena terkejut, Chanyeol menanyakan keadaan yeoja itu.
“Agasshi, gwenchanayeo?”
“Nuguseo? Dengan segera yeoja itu menarik tangannya.
“Chanyeol imnida. Mianhae, Saya tak bermaksud mengejutkan anda. Saya bukan orang jahat. Saya hanya ingin membantu. Karena anda sudah sadar saya akan memanggil dokter. Changkamalyeo.” Chanyeol berjalan menuju pintu dan berhenti ketika yeoja di belakangnya bersuara.
“Cheogi, setelah itu apa kau akan pergi?” Yeoja itu terdengar ragu.
“Ne?”
“Ani.. aku tidak mengenal siapapun di sini. Kupikir aku belum bisa mengurus diri sendiri.” Rona merah terlihat samar di pipi yeoja itu.
“Ne, eilgaesemnida. Saya akan kembali. Mana mungkin saya meninggalkan anda dalam keadaan seperti ini.” Chanyeol tersenyum dan segera memanggil dokter.
Dokter telah memberitahukan perkembangan keadaan Alice, nama yeoja itu. Hanya saja dokter sengaja tidak memberitahukan kepada Alice mengenai matanya. Setidaknya itulah yang Chanyeol tau. Chanyeol merasa adalah kewajibannya memberikan kabar buruk itu secara langsung kepada Alice. Hanya saja Chanyeol masih belum tau kapan waktunya. Chanyeol tak ingin terlihat jahat di mata Alice. 
“Apa yang anda rasakan sekarang, Alice-shi?” Chanyeol menaruh diri di sebelah ranjang.
“Aku merasa lebih baik. Gomawo Chanyeol-ahh.” Senyum manis Alice terpasang indah di wajah mungilnya.
Suasana sunyi sejenak. Chanyeol kehabisan kata-kata. Ia terlalu terpesona dengan senyum di wajah Alice. Tiba-tiba bibir indah yang sedang dipandangi Chanyeol diam-diam itu bergerak.
“Chanyeol-ahh, bisakah kau menghubungi keluargaku?”
“Tentu. Berikan nomornya kepada saya.” Chanyeol segera mengeluarkan ponselnya.
“Kau bisa menghubungi Mamaku melalui E-Mail.”
“Ne?” Chanyeol tertegun.
“Keluargaku di Amerika. Bukan di Korea Selatan.” Alice tersenyum kecut.
“Ada apa dengan senyum itu?”
“Aku berusaha tinggal jauh dari keluargaku. Aku membenci Papa dan Mama yang selalu merasa aku tak sempurna.” Senyum kecut itu menghilang sama sekali.
“Ohh.. Maafkan saya, Alice-sshi.”
“Hya!! Berapa usiamu? Kenapa kau menggunakan banmal?” Alice kembali tersenyum.
“Ahh mianhae.. Aku hanya merasa canggung.”
“Begitu lebih baik. Bisa kau hubungi keluargaku sekarang?”
Chanyeol telah menemani Alice selama hampir satu minggu. Selama itu pula tak pernah ada mail balasan dari keluarga Alice. Entah karena tak penasaran atau karena telah mengetahuinya, Alice sama sekali tak pernah membahas mengenai mail balasan yang tak pernah ada itu.
“Alice.” Chanyeol menemani Alice yang menunggu perbannya dilepas.
“Mwo?”
“Bagaimana perasaanmu?”
“Aku tak sabar. Aku menunggu saat-saat ini. Geunde, dimana dokternya? Apa kau sudah memanggilnya?” Chanyeol hanya menggeram ringan. Sebenarnya ia belum memanggil dokternya. Ia merasa ini saat yang tepat untuknya mengungkapkan kenyataan.
“Alice, untuk menghilangkan rasa bosanmu, aku akan menyanyikan satu lagu untukmu.” Chanyeol mengambil gitar dan segera menyanyikan lagu Christina Perri – A thousand years. Alice mendengar lagu yang dilantunkan dengan suara bass Chanyeol itu dengan senyum manis.
“Bagaimana? Kau menyukainya?” Chanyeol menaruh gitarnya dan ikut tersenyum melihat senyum Alice.
“Suaramu mendengung.” Alice tertawa terbahak-bahak.
“Hya.. neo jinjja..” Chanyeol mencubit pipi Alice dengan gemas. Dan Alice lebih tergelak lagi. Segera Chanyeol menghentikan canda mereka. Ia harus fokus pada inti masalahnya.
“Alice, aku ingin mengatakan sesuatu.” Chanyeol menggenggam tangan Alice lembut.
“Eoh. Mwoya? Kenapa tanganmu dingin?” Alice terlihat antusias.
“Aku harap kau tak merasa terkejut. Setelah perban di wajahmu terbuka, mungkin kau tak akan bisa melihat seperti semula.”
“Na ara.” Senyum tak hilang dari wajah Alice.
“Neo ara?” Chanyeol melepas genggamannya.
“Eoh. Aku sudah bisa merasakannya. Bahkan di hadapan cahaya pun, saat aku membuka mata aku hanya bisa melihat kegelapan yang teramat sangat di balik perban yang seharusnya cukup transparan untuk cahaya.” Sekali lagi senyum tak luput dari wajah Alice.
“Neo gwenchana?” Chanyeol kembali menggenggam tangan Alice penuh perasaan bersalah dan khawatir.
“Eoh.. Na gwenchana. Aku punya kau untuk menjadi mataku.” Rona merah menghiasi wajah Alice.
“Saranghae, Alice-shi.” Chanyeol setengah berbisik.
“Mwo?” Alice sedikit terkejut.
“Anio. Tunggu aku. Aku akan memanggil ulang dokternya.” Chanyeol segera berlari keluar. Pipinya memerah bersamaan dengan hatinya yang hampir meledak.

Continued in Chapter 2

1 komentar: