Sabtu, 19 November 2016

FF Chanyeol : Music for You Chapter 2



Author : Shin Yoon Ah
Cast : Park Chanyeol, Byeon Baekhyun, Alice Stanbortt
Genre : Romantic
Length : Two Shoot




Hampir 3 minggu berlalu sejak kecelakaan itu terjadi. Alice telah melepas perbannya. Namun ia tetap harus tinggal di rumah sakit untuk menjalani perawatan tulangnya sendirian tanpa keluarga. Lebih tepatnya hanya bersama Chanyeol. Setiap hari Chanyeol selalu menyanyikan lagu untuk Alice sesuai dengan perasaan hati Alice. Merupakan kebiasaan bagi Chanyeol untuk menulis  judul lagu yang ia nyanyikan untuk Alice di sebuah sticky note dan menempelkannya di dinding kamar rawat inap Alice.
Di minggu ke empat mulai ada mail balasan dari Amerika. Chanyeol setia menemani Alice dan menjadi mata bagi Alice. Chanyeol membalas pesan keluarga Alice atas persetujuan Alice. Saat ini keluarga Alice telah mengetahui hubungan Chanyeol dengan Alice. Mereka berencana ke Korea Selatan minggu depan. Itu merupakan kabar gembira untuk Alice. Dan kegembiraan Alice adalah kebahagiaan Chanyeol. Tetapi kebahagiaan itu harus sirna ketika sel-sel jahat di otak Chanyeol memberontak.
“Dokter, bagaimana kondisi saya?” Ucap Chanyeol setelah ia melakukan pemeriksaan atas izin Alice. Alice mengizinkan Chanyeol meninggalkannya karena ia merasa sangat khawatir dengan kondisi namja yang diam-diam ia sukai itu.
“Apa anda rajin meminum obat?”
“Ne. Saya selalu meminum obat tepat waktu. Apa ada masalah?” Hawa dingin mejalari tangan hangat Chanyeol.
“Apa saya bisa bertemu wali anda? Saya harus bertemu wali anda.” Dokter itu seolah berusaha menutup-nutupi sesuatu. Chanyeol hanya bisa menurut dan menghubungi Baekhyun untuk menjadi walinya.
Chanyeol memutuskan untuk menunggu Baekhyun di ruang rawat inap Alice. Hanya Alice yang dapat meringankan rasa gundahnya. Chanyeol juga berpikir bahwa Baekhyun harus mengenal Alice. Chanyeol menggenggam erat tangan Alice yang tengah tertidur lelap di hadapannya. Tak lama terdengar ketukan di pintu yang membangunkan Alice.
“Chanyeol-ahh.” Baekhyun memunculkan kepalanya dari balik pintu.
“Eoh. Masuklah. Kau harus mengenal Alice.”
“Annyeonghaseyo. Alice imnida.” Alice berusaha duduk.
“Annyeonghaseyo. Baekhyun imnida.” Baekhyun tersenyum. Meskipun ia tau Alice tak akan tau bagaimana ekspresinya saat ini.
“Senang bertemu denganmu, Baekhyun-sshi.” Alice tersenyum.
“Nado. Chanyeol-ahh, ada yang harus aku bicarakan denganmu.” Baekhyun berusaha menyeret Chanyeol keluar dari ruangan yang berisi putri idaman Chanyeol itu.
“Eoh. Alice, tunggulah sebentar.” Chanyeol segera keluar dari kamar rawat inap Alice tanpa prasangka sedikitpun.
“Wae?” Ucap Chanyeol ketika ia telah menaruh diri di kursi panjang di lorong di depan kamar rawat inap Alice.
“Apa kau ingin makan sesuatu? Aku akan mentraktirmu. Apapun itu. Atau kau ingin pergi ke suatu tempat? Aku akan menemanimu. Apa kau ingin sesuatu? Katakan padaku.” Baekhyun terlihat sangat khawatir.
“Neo waerae? Katakan padaku apa yang terjadi? Apa yang dokter katakan?” Kecemasan mulai terlihat di wajah Chanyeol.
Baekhyun menceritakan semuanya kepada Chanyeol dengan susah payah. Baekhyun berusaha menahan air mata yang nyaris mendobrak pertahanannya. Ia tak menyangka akan kehilangan sahabat dekatnya dalam waktu secepat itu. Dokter mengatakan usia hidup Chanyeol tak akan bertahan lebih dari 10 hari.
Chanyeol memasuki ruang rawat inap Alice dengan langkah gontai. Chanyeol berusaha terdengar baik-baik saja setiap ia manjawab pertanyaan Alice. Tetapi tetap saja Alice merasakan keganjilan di suara Chanyeol.
“Alice, menurutmu apa aku berarti bagimu?” Chanyeol menggenggam lembut tangan Alice. Ia berusaha menahan air mata. Chanyeol tak dapat membayangkan apa yang akan terjadi pada Alice saat ia tak ada.
“Eoh. Geureomyeon. Kau mataku. Kau teman bicaraku selama aku di rumah sakit. Wae?” Alice terlihat agak canggung.
“Anio. Aku hanya bertanya. Ahh.. Apa kau ingin mendengarkan lagu?” Chanyeol melepas tangan Alice untuk mengambil gitar tetapi Alice menghentikannya. 
“Nyanyikan aku sebuah lagu yang mengungkapkan perasaanmu saat ini. Tanpa gitar.” Ucap Alice tegas.
Tanpa pikir panjang Chanyeol menyanyikan sebuah lagu dari Taeyang Big Bang – Eyes, Nose, Lips. Hanya itu yang terbersit di pikirannya saat itu. Namun, belum sampai akhir dari lagu, Chanyeol tak dapat meneruskannya. Ia segera meninggalkan Alice dalam keadaan bingung menuju kamar mandi yang dirasanya cukup kedap suara untuk ia menangis. Hampir 3 jam ia menghabiskan waktunya di tempat dingin itu.
Chanyeol keluar dari kamar mandi dan menemukan Alice tertidur dengan lelap di ranjangnya. Chanyeol berusaha meninggalkan ruangan itu tanpa menimbulkan suara dan segera menuju ruangan dokternya.
“Dok, dalam kondisi seperti ini, apa saya bisa mendonorkan mata saya untuk seseorang?” wajah Chanyeol diliputi rasa frustasi.
“Mungkin bisa. Jika anda melakukannya dalam waktu kurang dari 10 hari.”
Tiga hari pertama Chanyeol tetap berusaha seperti biasa di hadapan Alice. Ia tak ingin Alice mengetahui seberapa parah penyakitnya.
“Alice, aku ada kabar gembira untukmu.” Chanyeol membenahkan posisi selimut Alice yang sedikit berantakan di bawah.
“Mwo?”
“Aku menemukan pendonor untukmu.” Chanyeol tersenyum masam.
“Jinjja? Nuguya?” Alice sangat bersemangat.
“Kau akan tau. Dokter pasti akan memberitahumu. Jangan terlalu memikirkan hal ini hingga kau kesulitan tidur. Ingat, kau harus terlihat cantik saat Mama dan Papamu kemari.” Chanyeol mengelus pelan pipi Alice.
Keesokan paginya Chanyeol menjemput keluarga Alice di bandara. Mereka menyambut Chanyeol dengan senyum sumringah. Segera Chanyeol mengantar keluarga Alice ke sisi Alice karena siang ini ia harus menemui dokternya untuk merencanakan tlansplantasi matanya. Chanyeol memberitahu kepada Mr. Stanbortt, Papa Alice tentang kebiasaan yang ia berikan kepada Alice. Tetapi ia menghimbau beliau untuk tetap menyembunyikannya dari Alice.
Di hari ke lima Chanyeol sama sekali tak bisa keluar dari ruang isolasinya. Ia harus menjaga kondisi tubuhnya sebelum ia dapat melakukan operasi. Alice menunggu kedatangan Chanyeol dan lagunya dengan perasaan khawatir. Ia takut terjadi hal buruk kepada Chanyeol tanpa sepengetahuannya. Mr. Stanbortt merasa sangat prihatin dengan keadaan putrinya. Ia mengambil beberapa kaset yang diberikan Chanyeol kepadanya. Mr. Stanbortt memutar kaset tersebut di sebelah putrinya.
“Chanyeol-ahh. Kau datang? Aku takut terjadi sesuatu yang buruk kepadamu.” Alice hanya tersenyum tanpa mengharapkan jawaban.
Keesokan paginya dokter datang ke kamar rawat inap Alice. Saat itu Mr. Stanbortt tetap setia mengganti kaset yang didengarkan putrinya.
“Annyeonghaseyo, Alice-sshi. Bagaimana perasaan anda?” Dokter berbicara dengan ramah kepada Alice yang sedang berada dalam keadaan bahagia karena ia tau dokter pasti membawa kabar mengenai pendonornya.
“Saya merasa lebih baik, Dok.”
“Saya pikir anda sudah tau bahwa kami telah menemukan orang yang bersedia mendonorkan matanya untuk anda.”
“Ne. Saya tidak sabar, Dok. Kalau saya boleh tau siapa pendonor saya?” Alice melipat tangan di atas pahanya.
“Anda belum tau? Namanya Park Chanyeol. Saya ingat beliau adalah orang yang bertanggungjawab atas kecelaaan anda.” Dokter membuka ulang catatannya.
“Ne? Park Chanyeol orang yang bertanggungjawab atas kecelakaan saya?”
Semalaman Alice tak bisa tidur memikirkan perkataan dokternya. Ia tahu seharusnya saat ini ia menjaga kondisinya agak tetap stabil untuk operasi beberapa hari lagi. Tetapi rasa kecewanya berputar di dalam otaknya. Tak lama terdengar langkah kaki yang amat ia kenal. Bersamaan dengan sebuah suara asing seperti roda.
“Alice, apa kau sudah tidur?” Suara berat itu membuat tubuh Alice merinding. Ia merindukan suara itu. Ia ingin membenci pemilik suara itu, namun rasa rindunya hampir tak bisa dibendung. Tak tau keputusan mana yang harus ia pilih, ia memilih diam.
“Alice, mianhae. Aku mendengar dokter memberitahumu kenyataannya tadi pagi. Aku merasa mataku masih belum cukup untuk menukar kesalahanku padamu. Tidurlah dengan nyenyak.” Chanyeol mengecup kening Alice mungkin untuk yang terakhir kalinya.
Alice tak berkutik. Ia merasa Chanyeol memang pantas mendonorkan mata untuknya. Itu impas. Selama ini Chanyeol menemaninya bukan karena namja itu mencintainya seperti ia mencintai namja itu. Tetapi hanya karena Chanyeol merasa bersalah. Alice membenci lelaki semacam itu.
Dua hari selanjutnya masih terdengar lantunan music dari gitar namja itu di telinga Alice. Sampai detik ini Alice bahkan tak mengetahui bahwa DJ barunya adalah Papanya sendiri. 2 jam lagi operasi Alice dimulai. Alice sudah menduga setelah operasi nanti, Chanyeol akan datang kepadanya dengan perasaan bersalah dan wajah bersalah yang selama ini Alice pikir disembunyikan Chanyeol darinya. Namun ia salah. Chanyeol tak pernah menemuinya bahkan hingga perban di matanya di buka dan akhirnya ia bisa melihat dunia lagi, Chanyeol tak pernah datang. Hanya tumpukan tulisan dan kertas di dinding di sebelahnya yang ditinggalkan lelaki itu. 
Setidaknya itu yang dipikirkan Alice. Sampai seorang namja tampan mengetuk pintu ruang rawat inapnya. Awalnya Alice berpikir ia adalah Chanyeol. Namun setelah mendengar suara ringannya, Alice sadar itu bukan Chanyeol. Suara itu terdengar lebih mirip suara Baekhyun. Dan benar, namja itu memperkenalkan diri sebagai Byeon Baekhyun.
“Alice, kau terlihat lebih cantik. Tuhan memberkatimu.” Mata Baekhyun menggambarkan kesedihan yang mendalam.
“Eoh. Gomawo. Apa yang kau lakukan di sini?” Suara itu terdengar kontras dengan Alice halus yang ia temui dulu. 
“Aku menyampaikan pesan dari Chanyeol.” Baekhyun mengulurkan sebuah kotak kecil berwarna merah muda.
“Dimana dia? Apa ia terlalu malu menemuiku?” Nada sinis terdengar jelas pada suara Alice.
“Sepertinya kau harus mendengarkan itu dulu.” Baekhyun yang merasa tersinggung dengan kata-kata Alice yang diucapkan untuk sahabatnya itu segera meninggalkan kamar itu setelah membungkuk untuk menunjukkan sisa-sisa rasa hormatnya.
Alice membuka bungkusan itu, sebuah alat perekam. Alice tersenyum sinis. Tetapi matanya yang penuh kerinduan tak bisa berbohong. Mata itu hampit meneteskan air mata. Segera Alice menekan salah satu tombol di alat perekam itu.
“Alice, annyeong. Kau tau aku sangat merindukanmu. Aku minta maaf tentang kecelakaan itu. Aku sudah berusaha yang terbaik untuk mengganti kerugian yang kau dapatkan. Aku masih merasa bersalah di sini. Aku tak mengharapkan apapun darimu. Hanya hiduplah dengan baik. Maafkan aku tak bisa pergi begitu saja tanpa meninggalkan sesuatu untukmu. Maafkan aku menanamkan diriku di dirimu. Aku tak punya pilihan. Sebelum aku pergi, setidaknya aku harus memastikan kau memiliki mata dan bisa hidup seperti sebelumnya. Alice-sshi, apa kau merasa jijik? Aku pantas mendapatkan itu darimu. Maafkan aku yang terlalu lancang menyukaimu. Maafkan aku yang terlalu lancang mencintaimu sepenuh hati. Jangan pernah menangis dengan mata itu. Mata itu tak seindah mata aslimu. Itu adalah mata kualitas buruk. Jadi kau harus berhati-hati menggunakannya. Tetapi ada satu hal dari mata itu yang patut aku syukuri. Mata itu, adalah mata yang melihatmu terlelap sepanjang malam. Mata itu juga yang membuatku nyaris menangis bahagia ketika ia melihat senyummu. Aku mencintaimu Alice. Sepenuh hati mencintaimu.”
Alice tak kuasa menahan air matanya lagi. Ia menangis menyesali dirinya dan saat terakhirnya bersama Chanyeol. Seharusnya saat itu ia membuka mata dan memeluk namja di belakangnya. Yang secara diam-diam mencium keningnya. Saat ini, Alice hanya bisa menjaga mata berharga itu untuk Chanyeol. Karena yang ia tau ia juga mencintai Chanyeol sebesar Chanyeol mencintainya.


Thanks for waiting and reading my art ^^

1 komentar: